Minggu, 13 September 2009

ujian Tesis

Dua tahu sudah aku berada di pendidikan S-2 PBI alham dulilah ujian tanggal 9 September telah selesai dan alham dulilah hasilnya saya lulus dengan nilai baik.

Senin, 07 September 2009

PENINGKATKAN KELMAMPUAN MENULIS PUISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menulis kreatif puisi merupakan salah satu keterampilan bidang apresiasi sastra yang harus dikuasai oleh siswa SMA. Di dalam kurikulum Bahasa Indonesia, materi menulis kreatif puisi terdapat pada pembelajaran yang diajarkan di kelas X yakni mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis puisi. Akan tetapi, pada kenyataannya pembelajaran menulis puisi di sekolah masih banyak mengalami kendala dan cendrung dihindari.
Pembelajaran menulis puisi di SMA dilakukan dengan tujuan, meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Hal itu berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Seperti yang diungkapakan Pradopo (1987 ) bahwa puisi adalah ekspresi kreatif, yaitu ekspresi dari aktivitas jiwa yang memusatkan kesan-kesan (kondisi). Kesan-kesan dapat diperoleh melalui pengalaman dan lingkungan. Oleh karena itu, anggapan bahwa menulis puisi sebagai aktvitas yang sulit, seharusnya dihilangkan, khususnya siswa SMA karena rata-rata masih berusia 15-16 tahun. Anak pada usia tersebut sudah dapat berpikir refleksif dan menyatakan operasi mentalnya dengan symbol-simbol (Piagiat dalam Dahar (1988). Artinya, mereka bisa mengungkapkan pikiran dan perasaan yang ada pada dirinya dalam bentuk puisi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa yang belum mampu melaksanakan kegiatan tersebut secara optimal.
Dari hasil refleksi awal di kelas X SMAN 4 Kota Bengkulu diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa dalam menulis puisi masih rendah. Siswa mengalami kesulitan menuangkan pikiran dan perasaannya dalam bentuk puisi. Kusulitan yang dihadapi siswa ditandai dengan beberapa hal seperti kesulitan menemukan ide, menemukan kata pertama dalam puisinya, mengembangkan ide menjadi puisi karena minimnya penguasaan kosa kata, dan menulis puisi karena tidak terbiasa mengemukakan perasaan, pemikiran, dan imajinasi.
Rendahnya kemampuan siswa dalam menulis puisi tersebut disebabkan kurang efektifnya pembelajaran yang diciptakan guru. Ketidakefektifnya itu disebabkan oleh kurang tepatnya strategi yang diterapkan guru dalam pembelajaran. Strategi yang dipakai guru tidak dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri siswa agar secara leluasa dapat mengekspresikan perasaannya. Pembelajaran menulis kreatif puisi cendrung bersifat teoritis inovatif, bukan apresiatif produktif. Belajar yang diciptakan guru di dalam kelas hanya sebatas memberikan informasi pengetahuan tentang sastra, dari guru kepada siswa. Siswa kurang mendapat kesempatan untuk melakukan konstruksi pengetahuan dan melakukan pengembangan pengetahuan itu menjadi sebuah produk pengetahuan baru. Apalagi, di dalam belajar hanya diberikan satu sumber belajar dari tahun ke tahun dianggap saktimandaraguna, yaitu buku pelajaran.
Kondisi demikian, hampir dihadapi oleh guru yang mengajarkan sastra. Namun demikian, hal itu bukan tanpa alasan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pembelajaran menulis puisi tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Pertama, tidak semua guru bahasa memiliki kegemaran terhadap materi menulis puisi. Hal ini membuat motivasi guru dalam mengajarkan materi menulis puisi tidak muncul sehingga ada perasaan keragu-raguan dalam mengajarkannya. Kedua, mengajarkan menulis puisi bukan hanya berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa tetapi, juga berhubungan dengan panggilan perasaan, norma, dan nilai-nilai estetika dalam bentuk media bahasa. Ketiga, sikap berpikir inovatif dan kreatif yang belum tumbuh pada guru sebagai upaya untuk mengembangkan diri. Akibatnya, proses belajar mengajar menulis kreatif puisi yang diciptakan monoton dan menjenuhkan. Guru belum berfikir lebih jauh untuk mengembangkan dan menciptakan suasana belajar yang menarik, bermakna, dan kontekstual.
Pembelajaran menulis puisi dapat terjadi dengan efektif jika guru dapat menerapkan strategi pembelajaran yang dapat memberikan peluang kapada siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif. Strategi tersebut diharapkan dapat membuat siswa mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu belajar dengan memanfaatkan potensinya secara maksimal.
Salah satu strategi pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran menulis puisi adalah menggunakan pendekatan kontektual yang merupakan salah satu cara memotivasi siswa untuk menulis puisi dengan menggunakan media sebagai model. Dengan media dapat juga digunakan sebagai sumber belajar yang dapat menyampaikan pesan-pesan pendidikan kepada para siswa. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan indera, hambatan jarak, dan waktu serta lainnya dapat dibantu dengan memanfaatkan media. Oleh karena itu, kehadiran media dalam pembelajaran tidak mungkin diabaikan. Apalagi dalam pembelajaran Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang menggunakan pendekatan CTL , kehadiran media sangat penting terutama dalam menyajikan model kompetensi target yang ingin dicapai (modelling).
Salah satu inovatif untuk mengemas pembelajaran menulis kreatif puisi adalah melalui aplikasi teknik pancingan impresif visual berbasis pendekatan kontekstual. Pada awalnya, guru bertindak sebagai pemancing dengan menggunakan teknik pancingan impresif untuk merangsang siswa sehingga mampu menulis puisi dengan kebebasan sesuai dengan kemampuannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa SMA Negeri 4 Kota Bengkulu ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini ingin mendeskripsikan peningkatan kemampuan menulis puisi kelas X SMAN 4 kota Bengkulu dengan pendekatan kontekstual.

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk mendeskripsikan apakah pendekatan kontekstual dapat:
1. Meningkatkan kemampuan memahami tema puisi.
2. Meningkatan kamampuan memahami pilihan kata atau diksi dalam menulis puisi.
3. meningkatan kemampuan memahami rima dalam penulisan puisi.
4. meningkatan kemampuan memahami bait dalam penulisan puisi.
5. meningkatan kemampuan memahami tipografi dalam menulis puisi.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan kepada:
1) Guru dalam memotivasi pembelajaran menulis pusi.
2) Siswa, dalam meningkatkan kompetensi penulisan puisi.
3) Peneliti yang akan datang, terutama tentang pembelajaran puisi dengan teknik pancingan impresif visual.
.
E. Definisi Istilah
1. Kemampuan menulis
Kemampuan menulis adalah suatu aktivitas yang melibatkan pemikiran sehingga menghasilkan suatu bentuk kata, bentuk kalimat, bentuk paragraf dan bentuk wacana yang di dalamnya terdapat gagasan-gagasan dan pemikiran yang berwujud karangan ilmiah, karangan imajinatif, dan karangan puisi.
Puisi
Puisi adalah karangan yang terikat dengan bait, persajakan, yang merupakan rasa imajinatif yang mengishkan kehidupan dan situasi yang ditangkap oleh pengarangnya.
3. Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang berlangsung dekat dengan pengalaman nyata siswa dalam konsep belajar dan membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Teknik Pancingan Impresif Visual
Teknik pancingan impresif visual adalah teknik dalam upaya merangsang aktivitas siswa dalam berkarya dengan memberikan media yang bisa dilihat diraba, dan dirasakan. Impresif dalam hal ini dapat memberi atau meninggalkan kesan yang dalam; mengharukan dan dapat mempengaruhi perbuatan atau tindakan.

















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar dalam membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2003:1). Pendapat lain menyatakan bahwa, pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari (Johnson,2006: 58).
Dari beberapa konsep di atas, diharapkan hasil belajar siswa lebih bermakna. Siswa perlu memahami apa makna belajar, apa manfaatnya, dan bagaimana mencapainya. Siswa sadar bahwa yang dipelajarinya berguna bagi kehidupan mereka nanti sehingga siswa dapat memposisikan diri sebaik-baiknya. Proses pembelajaran berlangsung alamiah, siswa diharapkan untuk dapat bekerja dan mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan dengan melalui transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Dalam kelas kontekstual, guru hanya bertugas sebagai pengarah dan pembimbing dalam membantu siswa mencapai tujuannya. Artinya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi (Depdiknas, 2003:2). Tugas guru adalah mengelola kelas agar siswa dapat bekerja sama dalam ‘menemukan’ suatu konsep yang baru dengan sendirinya. Penerapan pendekatan kontekstual di kelas dapat dilihat dari tujuh komponen (Depdiknas, 2003: 10-19). Komponen-komponen itu meliputi:
a) Konstruktivisme (Contructivism)
Merupakan landasan berpikir dari pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
b) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Siklus inquiry yakni: observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), mengumpulkan data. dan menyimpulkan (Depdiknas, 2003:12).
c) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dengan bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa (Trianto,2007:110).
d) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari bekerjasama dengan orang lain. Dalam kelas kontekstual, hendaknya guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar (Depdiknas,2003:15).
e) Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pembelajaran kontekstual guru bukanlah satu- satunya model, tetapi model dapat dirancang dengan melibatkan siswa (Trianto, 2007:112).
f) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan pada masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima (Depdiknas, 2003:18).
g) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan benar tidaknya proses belajar siswa. Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran (Masnur, 2007:47).

B. Menulis Puisi
Menulis merupakan salah satu bagian pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pengajaran menulis mempunyai fungsi yang sangat penting melatih siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), pengajaran menulis siswa diharapkan mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam berbagai ragam tulisan.
Sebagai siswa, kegiatan menulis merupakan suatu kegiatan pokok. Sekolah sebagai lembaga institusi formal yang melaksanakan proses belajar mengajar yang selalu berkaitan dengan tulis-menulis sehingga nantinya diharapkan mampu menulis fiksi yang bersifat ekspresif dan kreatif.
Hal ini sejalan dengan pendapat Rahmanto (1996:111) menyatakan bahwa aktivitas pengajaran bahasa, baik secara tulis maupun lisan, biasanya akan berkaitan dengan tulis-menulis. Sementra itu, bentuk aktivitas lain yang terlibat dalam proses belajar bahasa dan sastra, akhirnya terkait dalam mengembangkan kemampuan penulisan ekspresif.
Keterampilan menulis yang dimiliki seseorang bukanlah suatu proses yang otamatis dibawa sejak lahir melainkan diperoleh melalui tindak pembelajaran latihan intensif. Sejalan dengan itu, Akhadiah dkk (1997:43) menyatakan kemampuan menulis bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun menurun, tetapi merupakan hasil proses belajar dan ketekunan berlatih.
Uraian di atas mempunyai pengertian bahwa di dalam keterampilan menulis diperlukan latihan yang intesif dan bimbingan yang sistematis. Kegiatan menulis yang dapat dilakukan di antaranya adalah menulis puisi. Wiyanto (2005:48) menjelaskan, menulis puisi sebenarnya termasuk jenis keterampilan. Oleh sebab itu, agar dapat menulis puisi dengan baik harus melalui proses belajar dan berlatih. Makin sering menulis puisi, tentu akan terampil menulis puisi.
Menurut Endraswara, (2008:105) menulis puisi membutuhkan langkah strategis. Orang yang sedang belajar menulis puisi, butuh kosentrasi penuh. Mungkin akan berkali-kali di-cansel, dicoret, dan ditinggal pergi. Baru setelah matang dan beberapa diendapkan jadilah puisi. Kematangan ide akan menentukan lamanya proses menulis puisi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, penulisan puisi harus memperhatikan:

1. Tema
Tema adalah pokok persoalan atau pokok yang mendasari terbentuknya sebuah puisi. Pokok persoalan itulah yang hendak disampaikan kepada pembaca Suroto, (1993 : 99). Tema juga memiliki pesan atau amanat yang akan disampaikan penulis kepada pembaca. Amanat ini disimpan oleh penyair dalam keseluruhan puisi.
Dalam menyampaikan maksud dan tujuan penulis lewat sebuah puisi, tentu seorang penulis akan memperhatikan tema. Apakah tema ini sudah disampaikan dengan baik. Sebuah puisi yang baik akan memiliki tema yang dapat menggugah orang ketika membacanya.

2. Diksi
Diksi merupakan pilihan kata yang dipergunakan penyair dalam membangun puisinya. Waluyo(1991: 73) mengatakan bahwa, kata-kata dalam puisi bersifat konotatif artinya memiliki kemungkinan makna lebih dari satu.
Akhadiah dkk. (1997:82) mengemukakan bahwa pilihan kata adalah ketepatan kata dan kesesuaian dalam memilih kata yang diungkapkan. Dengan pilihan kata yang tepat akan menjunjung tercapainya isi cerita kepada pembaca, penulis harus memilih kata-kata yang tepat agar hasil puisi atau cerita yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh pembaca dan tidak menimbulkan salah pengertian.
Sejalan dengan pendapat di atas Waluyo (1991 : 72-73) mengatakan bahwa di samping memiliki kata yang tepat, pengarang juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata tersebut.

3. Imajinasi
Waluyo (1991:78) menyatakan bahwa pengimajinasian merupakan kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensor, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan.
Sesuai dengan pendapat di atas S.Effendi (dalam Waluyo,1991:80) menyatakan bahwa pengimajinasian dalam sajak dapat dijelaskan sebagai usaha penyair untuk menciptakan atau menggugah timbulnya imajinasi dalam diri pembacanya. Sehingga pembaca tergugah untuk membacanya dengan menggunakan mata hati untuk melihat benda-benda dan warna, dengan telinga hati mendengar bunyi- bunyian, dengan perasaan hati kita menyentuh kesejukan, kehidupan benda dan warna.

4. Bait
Bait merupakan kesatuan larik atau baris yang berbeda dalam rangka mendukung kesatuan pokok pikiran, terpisah dari kelompok larik atau baris. Keberadaan bait tentu dapat diamati secara visual.

5. Tipografi
Aminuddin (1995:146) manyatakan, tipografi merupakan cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk terentu yang dapat diamati secara visual. Pengertian lain dikemukakan oleh Atmazaki bahwa, tipografi adalah penyusunan baris dan bait sajak. Tipografi sering disebut sebagai ukuran bentuk yang di dalamnya tersusun kata, frase, baris bait, dan akhirnya menjadi sebuah paragraf karena tipografi menurut sajak, tidak mengikuti sintaksis kalimat ( Atmazaki, 1993 : 23-24 ).
Sebuah tipografi harus memberikan suasana dan menghasilkan efek tertentu. Sabagaimana pendapat Atmazaki (1993:24), penyair sengaja menyusun dengan menghitung jumlah kata dan suku kata untuk menghasilkan suatu efek tertentu.
Sesuai dengan pendapat di atas Aminuddin (1995:146) mengatakan bahwa peranan tipografi dalam puisi, selain untuk menampilkan aspek linguistik juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Selain itu, tipografi juga berperan dalam mewujudkan adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyair.

6. Bunyi
Atmazaki (1993 : 77) berpendapat bunyi adalah sesuatu yang sangat penting dalam sajak karena bunyi memberikan efek dan kesan tersendiri. Ia memberikan penekanan, menyarankan makna, dan suasana tertentu.
Menurut Partopo ( 2002 :22 ) mengatakan bahwa:

”Dalam bunyi bersifat estetik. Merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya; lagu, melodi, irama, dan sebagainya. Bunyi di simpang hiasan dalam puisi juga ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana khusus, dan sebagainya”.

Dalam struktur bunyi terdapat beberapa unsur yang membentuknya, yakni pilihan kata, musikalitas, irama, dan rima.



7. Rima
Aminuddin (1991:137) mengatakan rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Sesuai dengan pendapat di atas, diungkapan oleh Waluyo (1991: 90) bahwa rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pedapat lain diungkapkan oleh Atmazaki (1993: 80) bahwa rima adalah persamaan bunyi akhir kata. Bunyi itu berulang secara terpola dan biasanya terdapat diakhir baris saja, tetapi kadang-kadang juga terdapat di awal atau di tengah baris.

C. Pengertian Puisi
Puisi adalah susunan kata yang indah, bermakna, dan terikat konvensi (aturan) serta unsur-unsur bunyi ( Purnawan, 2004:1). Sedangkan menurut Sumardi dan Zaidin (1987:3) puisi sebagai jenis karya sastra yang memiliki susunan bahasa yang relatif lebih padat dibanding prosa. Menulis puisi biasanya dijadikan media untuk mencurahkan perasaan, pikiran, pengalaman, dan kesan terhadap suatu masalah, kejadian, dan kenyataan di sekitar kita. Sejalan dengan itu, Umry (1996:74) berpendapat sajak atau puisi berbicara pada kita tentang kompleksitas manusiawi yang hidup, bercanda, tertawa, menangis, kejahatan perang, orang tertindas, berkeluarga dan tentang hidup yang luhur. Pendapat Pradopo (1987: 306) karya sastra terdiri dua jenis sastra ( genre ), yaitu prosa dan Puisi. Prosa disebut karangan bebas sedangkan puisi karangan terikat oleh aturan-aturan ketat.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, puisi adalah suatu karya sastra yang berbait, dengan pilihan kata yang indah dan di dalam terdapat ungkapan rasa yang ditulis oleh seseorang dalam bentuk karya kreatif sehingga karya itu enak dibaca dan di dalamnya terdapat nilai-nilai estetika, budaya, pendidikan, dan nilai-nilai moral.
Kata puisi berasal dari bahasa Yunani, poesis, yang berarti membuat atau menciptakan. Puisi dalam arti yang sederhana, tersusun oleh satuan yang disebut baris (kalimat) dan bait (paragraf dalam puisi). Puisi terdiri dari dua unsur yang menjadi ciri khas puisi yaitu, unsur yang berkaitan dengan bentuk puisi dan unsur yang berkaitan dengan makna puisi. Unsur yang berkaitan dengan bentuk puisi adalah unsur bunyi (irama dan rima), pilihan kata, dan tampilan cetak/tulisan (tipografi). Unsur yang berkaitan dengan makna puisi adalah tema, pesan tersurat, dan pesan tersirat.
Menurut Dresden, puisi adalah sebuah dunia dalam kata (www.google.com). Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi. Puisi adalah cabang seni yang paling sulit untuk dihayati secara langsung sebagai totalitas. Elemen-elemen seni dalam puisi ini ialah kata. Sebuah kata adalah suatu unit totalitas utuh yang kuat berdiri sendiri. Puisi menjadi totalitas-totalitas baru dalam pembentukan-pembentukan baru, dalam kalimat-kalimat yang telah mempunyai suatu urutan yang logis.

D. Teknik Pancingan Impresif Visual Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Dalam hal ini siswa dibantu dengan teknik pancingan. Teknik pancingan adalah metode untuk merangsang siswa dalam aktivitas dalam berkarya sesuai dengan tujuan yang diberikan. Teknik pancingan di sini merangsang siswa untuk dapat menulis puisi dengan menayangkan gambar atau menempel beberapa gambar yang menggambarkan peristiwa dengan memancing siswa agar menulis ke dalam bentuk puisi. Sujana dan Rivai (2007: 7) menyatakan:
”Pengajaran akan lebih efektif apa bila objek dan kejadian yang menjadi bahan dapat divisualisasikan secara realistik menyerupai keadaan sebenarnya, namun tidak berarti bahwab media harus selalu menyerupai keadaan yang sebenarnya”.

Pancingan tersebut diberikan dengan beberapa media visual seperti gambar atau peristiwa kejadian sesuatu. Gunanya adalah untuk memancing siswa untuk menulis puisi berdasarkan objek yang ditampilkan atau memancing siswa untuk menulis puisi.
Impresif adalah dapat memberi atau meninggalkan kesan yang dalam; mengharukan, dan dapat mempengaruhi perbuatan atau tindakan. Dalam hal ini, kesan yang diberikan berupa gambar. Karena menurut (Rohani 1997 : 77) yaitu:
”Gambar dapat membantu guru dalam mencapai tujuan instruksional, karena gambar termasuk media yang mudah dan murah serta besar artinya untuk mempertinggi nilai pengajaran. Karena gambar, pengalaman, dan pengertian peserta didik menjadi lebih luas, lebih jelas dan tidak mudah dilupakan, serta lebih konkrit dalam ingatan dan asosiasi peserta didik”.

Visual, dalam penjelasan gambar tersebut dapat memberikan kesan dalam menunjang pengajaran menulis puisi. Visual dapat dilihat, dirasa, dan diraba. Sujana dan Rivai (2007: 11), mengemukakan bahwa, visual dapat diartikan sebagai kemampuan menerima dan menyampaikan pesan-pesan. Kemampuan menerima pesan mencakup membaca visual secara tepat,memahamai makna. Jadi, visual tersebut harus berdasarkan media alat yang digunakan dalam pembelajaran.
Sejalan dengan pengertian di atas, visual adalah media yang digunakan dalam pembelajaran menulis puisi yaitu dengan menggunakan gambar. Ilustrasi gambar isinya dikaitkan dengan kehidupan nyata, agar minat para siswa menjadi efektif dalam menulis.

E. Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa, media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran dan media pembelajaran sebagai teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru dalam mengajar berupa alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke–20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Media pembelajaran memiliki beberapa fungsi, di antaranya :
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2 Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek yang disebabkan (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus dan (g) obyek mengandung hal yang berbahaya dan beresiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik dengan baik dan maksimal sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3 Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4 Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis media belajar, di antaranya :
1. Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik.
2. Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
3. Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya.
4. Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer, dan sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK, penggunaan media baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serentak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Sebagai contoh, dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan diterapkan adalah penelitian tindakan kelas. Menurut Arikunto (2006:3), penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Penelitian tindakan ini diharapkan mampu memperoleh hasil kemampuan menulis siswa yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran yaitu mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis puisi. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan guru mata pelajaran yang berperan sebagai rekan dalam mendiskusikan tindakan yang akan dilakukan atau subjek pengamatan, sedangkan peneliti berperan sebagai pengamat.

B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas X SMA NEGERI 4 Kota Bengkulu pada semester I tahun pelajaran 2009-2010. Siswa pada kelas ini berjumlah 34 orang, yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Dalam penelitian ini guru yang mengajar bernama Herliny,S.Pd.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Mendeskripsikan kondisi awal kemampuan menulis puisi dan hasil peningkatan setelah dilakukan tindakan.

D. Faktor yang Diselidiki
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini ada faktor yang ingin diselidiki. Faktor tersebut adalah faktor siswa, yaitu dengan melihat:
1. Apakah kemampuan siswa dalam menulis puisi termasuk dalam kategori rendah, sedang, atau tinggi?
2. Bagaimana aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung di dalam kelas!
3. Bagaimana hasil belajar siswa!
E. Rencana Tindakan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus ada satu tindakan. Penelitian ini dimulai dari tanggal 21Juli sampai 2 Agustus 2009. Penelitian ini menggunakan pendekatan Spiraling Cyeclis dari Arikunto. Pendekatan ini menurut Arikunto (2006:16) disebutkan bahwa model penelitian tindakan dengan bagan terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu:
Refleksi
Siklus I
Pelaksanaan
Pengamatan
Pelaksanaan
Perencanaan
Siklus II
Pengamatan
Refleksi
Perencanaan









?
Gambar. 1. Siklus penelitian tindakan
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi:
a. Membuat skenario pembelajaran
b. Membuat lembar observasi
c. Menyiapkan bahan pemodelan
d. Membuat rencana pembelajaran

2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah pelaksanaan skenario
pembelajaran yang telah direncanakan di dalam kelas.

3 Observasi dan Evaluasi
Pada saat diberikannya suatu tindakan, secara bersamaan juga dilakukan pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung maupun hasil kerja siswa (evaluasi) dijadikan sebagai masukan dalam refleksi.
Dalam pelaksanaan observasi yang menjadi fokus adalah 1) peningkatan hasil belajar siswa dalam menulis puisi; 2) keaktifan siswa dalam belajar menulis puisi.

4 Refleksi
Hasil observasi dan hasil evaluasi dianalisis guna memberikan bahan jawaban terhadap permasalahan penelitian. Refleksi dalam penelitian ini adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah dihasilkan, atau yang belum tuntas pada langkah atau upaya sebelumnya. Hasil refleksi ini digunakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian.
Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan dan untuk menentukan tindak lanjut langkah berikutnya.

F. Data dan Cara Pengambilannya
1. Cara Pengambilan Data
Data diambil melalui teknik tes menulis, yaitu siswa diberi tugas untuk menulis puisi dengan pendekatan kontekstual.

2. Cara Pengolahan Data
Data dari hasil kerja siswa berupa tulisan dalam bentuk puisi diperiksa oleh guru dan peneliti dengan aspek penilaian pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Skor Tiap Aspek dalam Menulis Puisi
No
Aspek yang dinilai
Tingkat Skala
1
2.
3.
4
5
Pilihan Kata
Rima
Irama
Tipograpi
Tema
6 7 8 9 10
6 7 8 9 10
6 7 8 9 10
6 7 8 9 10
6 7 8 9 1

Jumlak skor
…………………
Modifikasi dari Nurgiyantoro (1987:280)


Untuk melihat lebih jelasnya cara penilaian kualitas Puisi siswa dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Penilaian

No


Nama siswa

Aspek Yang dinilai

Jumlah

Nilai
1
2
3
4
5







Data observasi yang digunakan untuk merefleksi tindakan yang telah dilakukandan akan diolah secara deskriptif dengan menghitung:
X =
Keterangan:
X = Nilai rata-rata yang dicari
ΣX = Jumlah skor yang diperoleh seluruh subjek
N = Jumlah subjek penelitian
Tingkat kemampuan siswa dikelompokkan sebagai berikut :
- Baik sekali : untuk skor 41-50
- Baik : untuk skor 31-40
- Cukup : untuk skor 21-30
- Kurang : untuk skor 11-20

G. Indikator Kerja
Keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila:
1. Proses pembelajaran menulis puisi dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan pendekatan kontekstual sehingga aktivitas anak selama PBM berlangsung dapat terwadahi dan berkembang.
2. Terjadi peningkatan kemampuan menulis puisi sekurang-kurangnya secara
Klasikal, rata-rata kemampuan siswa sudah mencapai 75 %.





















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kelas Tindakan
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bengkulu yang berlokasi di Kecamatan Gading Cempaka. Ditinjau dari latar belakang pendidikan, orang tua siswa rata-rata berpendidikan sedang, yaitu tamatan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Dari segi sosio-ekonomi, mayoritas siswa berasal dari keluarga pegawai negeri sipil. Hanya sebagian kecil siswa saja yang berasal dari keluarga yang berpendidikan sarjana dan mempunyai latar ekonomi yang memadai. Kelas yang dipilih sebagai kelas tindakan adalah kelas XC yang terdiri atas 34 orang murid, 20 orang murid perempuan dan 13 orang murid laki-laki. Kelas ini merupakan kelas yang siswanya memiliki kemampuan menengah di antara kelas-kelas lain yang setingkat di SMAN 4. Kelas ini dipilih karena kemampuan intelegensi siswanya tertinggi di antara kelas-kelas setingkat yang lain. Dengan demikian, faktor-faktor lain yang akan mempengaruhi hasil tindakan seperti kemampuan awal sebelum tindakan bisa dikontrol. Di samping itu, pencapaian siswa kelas XC secara umum lebih tinggi daripada kelas-kelas yang lain.

B. Refleksi Awal
Dari pengamatan awal diperoleh berbagai masukan baik dari guru maupun dari siswa mengenai pelajaran puisi. Salah satu cara yang dilakukan peneliti adalah bertanya kepada guru mengenai kesulitan siswa dalam menulis karangan dan faktor penyebab yang membuat mereka susah dalam belajar menulis puisi. Menurut guru, kesulitan siswa dalam menulis puisi adalah:
1. Siswa sulit mengungkapkan pikiran dalam bentuk puisi.
2. Siswa sulit dalam menyusun kata-kata menjadi puisi.
3. Siswa sulit menyusun kata-kata yang tersusun ke dalam bentuk rima dalam bait.
Selain kesulitan tersebut, guru juga menemukan faktor penyebab yang membuat siswa susah dalam belajar menulis puisi berupa:
1. Kurangnya konsentrasi siswa dalam belajar.
2. Kurangnya kemampuan siswa dalam merangkai kata ke dalam bentuk puisi.
Dalam penelitian ini, peneliti juga membuat kuesioner kepada siswa sebanyak sepuluh pertanyaan mengenai pelajaran menulis puisi yang hasilnya berupa, banyak siswa yang kurang senang belajar menulis pusi, itu disebabkan cara guru yang mengajar selalu monoton dengan hanya memberikan metode ceramah dan tidak bervariatif dalam menyediakan media. Kebanyakan siswa juga suka belajar menulis puisi di alam terbuka. Dari hasil pengamatan awal, penulis mengambil tindakan I berupa siswa diminta untuk mengamati proses menulis puisi dari peneliti. Selanjutnya peneliti memberikan materi mengenai cara menulis puisi yang baik (dari menentukan langkah-langkah,menulis puisi, pilihan kata, merangkai kata, sampai menentukan rima, dan irama ke dalam bait puisi). Dalam merangkai kata, siswa diminta untuk berkelompok sehingga mereka dapat menulis kata sehingga siswa dapat merangkainya menjadi puisi. Kemudian mereka menciptakan puisi untuk masing-masing kelompok. Maka mereka akan merasa bangga setelah dapat membuat puisi dengan rangkaian kata-kata yang mereka buat bersama.

C. Laporan Siklus I
Siklus ini dilakukan pada jam pelajaran bahasa Indonesia di kelas XC, yaitu
pada jam ke-1 sampai ke-2 pada hari Selasa tanggal 21 Juli 2009. Dalam pelaksanaanya dibantu oleh guru mata pelajaran yang bertindak sebagai pengamat. Siklus I mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi serta pembahasan. Masing-masing aspek ini diuraikan sebagai berikut:

1. Perencanaan Tindakan
Sebelum melaksanakan tindakan, dilakukan beberapa kegiatan persiapan. Kegiatan pertama adalah skenario tindakan. Dalam scenario, diuraikan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan di kelas. Masing-masing kegiatan diuraikan secara rinci dan disertai dengan durasi waktu setiap fase, uraian materi, dan metode pembelajaran yang akan digunakan.
Kegiatan kedua adalah memilih media yang cocok untuk menarik minat siswa. Kegiatan selanjutnya adalah membentuk kelompok. Kelompok yang dibuat berupa kelompok kecil. Kegiatan setelah menentukan kelompok adalah menentukan topik permasalahan yang cocok untuk dibahas dalam tiap-tiap kelompok dengan teknik terbimbing.

2. Pelaksanaan Tindakan
Tindakan dilaksanakan setelah tahap perencanaan selesai dipersiapkan. Setelah kegiatan rutin, seperti mengecek kehadiran siswa, guru memulai kegiatan belajar dengan memberikan penjelasan kepada siswa tentang tujuan pembelajaran dengan diiringi apersepsi. Kegiatan ini dilakukan agar perhatian siswa terfokus pada materi pelajaran inti yang akan disajikan. Kegiatan berikutnya pemberian materi serta langkah-langkah menulis puisi yang baik dalam menulis sebuah puisi. Guru juga memberikan contoh teks pengalaman pribadi yang benar dengan guru menerapkan metode kontekstual dengan tujuh komponen. Konstruktivisme pada tindakan I ini dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa seperti menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Pada penelitian ini, konstruktivisme telah dilaksanakan. Gambaran konstruktivisme dalam pembelajaran dapat diperhatikan pada kutipan berikut:

Contoh 1:
G : Baik, sekarang saya beri waktu lima belas menit untuk membaca ini (guru memberikan contoh Puisi kepada tiap individu), kalian baca dan pahami isinya (suasana kelas cukup hening karena siswa sibuk membaca).

G : Baiklah, waktunya sudah habis sekarang kita dengar apa yang didapat oleh teman kita dari teks yang kalian baca. Sekarang siapa yang berani?

S : Saya Pak, dari puisi yang saya baca bahwa puisi menceritakan kesedihan.
G : Ya, baik sekarang coba yang lain.

Data memperlihatkan bahwa guru telah menjalankan peranannya sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran, guru telah menyiapkan fasilitas belajar berupa teks puisi. Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa guru telah membagikan teks puisi kepada siswa, kemudian guru menugaskan siswa untuk menulis puisi sehingga siswa bisa menemukan apa yang terdapat dalam teks tersebut. Pembelajaran yang berbasis inquiri memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan suatu masalah yang diajukan.
Dalam penelitian ini aktivitas telah dilaksanakan. Gambaran kegiatan menemukan (inquiry) dalam pembelajaran dapat diperhatikan pada kutipan berikut:
Contoh 2:
G : Ya, dari gambar tersebut tadi siapa yang bisa menemukan tema yang terdapat di dalamnya?
G : Coba Angga!
S.1 : Temanya adalah bencana alam.
G : Ya, baik sekarang coba yang lain.
S.2 : Pak kalau saya beda dengan Angga, kalau saya temanya adalah bencana
alam.
G : ya, keduanya bagus.
Data memperlihatkan bahwa siswa menyajikan hasil kerjanya. Dari data di atas siswa pertama (S.1) memberikan tanggapan atau ide atas pertanyaan guru yang membuat siswa kedua (S.2) memberi respon atas tanggapan siswa pertama (S.1). Dari analisis tersebut muncullah ide-ide dan berbagai masukan baru yang akan ditemukan. Dari berbagai masukkan yang ditemukan dalam pembelajaran, kegiatan bertanya merupakan kegiatan utama untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya penting bagi siswa untuk menggali informasi, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahui. Pada penelitian ini, guru dan siswa telah menciptakan suasana kelas yang diwarnai banyak pertanyaan. Gambaran pembelajaran seperti ini dapat diperhatikan pada kutipan berikut:

Contoh 3:
G : Sebelumnya apa itu tema?
S : Pokok permasalahan pak.
G : Bisa juga.
G : Baik sekarang kalian buat enam kelompok.
G : Baik, sekarang saya beri waktu tiga puluh menit untuk mendiskusikan apa
tema yang pas untuk kelompok kalian.
G : Baiklah, sekarang kita akan mendengarkan hasil kerja kelompok masing-
masing. Sekarang coba kelompok satu. Apa tema kelompok kalian?
S : Kelompok kami membuat tema, penderitaan seorang Ibu.
Data di atas memperlihatkan bahwa guru bertanya kepada siswa tentang pengertian tema. Pertanyaan ini merupakan cara guru memberikan dorongan kepada siswa agar termotivasi untuk mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Data ini juga terlihat bahwa guru membimbing siswa dengan cara mendekati masing-masing kelompok yang sedang berdiskusi. Pada saat itu, guru menggunakan teknik bertanya untuk membimbing siswa dalam memecahkan masalah. Selain dengan menggunakan bekerja individu, guru juga melaksanakan pembelajaran dalam kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen..Gambaran masyarakat belajar dalam pembelajaran dapat diperhatikan pada kutipan berikut:
Contoh 4:
G : Baik, sekarang kalian buat empat kelompok, kelompoknya cukup perbaris
saja ya. (guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok sebanyak empat dengan urutan perbaris. Setelah itu suasana kelas menjadi ramai karena siswa mulai membentuk kelompok-kelompok berdasarkan urutan baris tempat duduk).
G : Sekarang Bapak beri waktu tiga puluh menit untuk berdiskusi (suasana
kelas cukup ramai karena masing-masing kelompok mulai berdiskusi. Guru berjalan mendekati masing-masing kelompok untuk menanyakan kesulitan siswa).
Data di atas memperlihatkan bahwa guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok-kelompok belajar dengan nama-nama kelompok yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Setelah kelompok-kelompok ini terbentuk, guru menyuruh mereka mendiskusikan suatu masalah yang diajukan. Melalui diskusi ini, siswa saling bertukar pikiran dan bekerjasama untuk mencapai hasil yang maksimal. Selain itu, dalam penyediaan media pembelajaran yang dalam hal ini sebagai model pembelajaran juga sangat berpengaruh dalam keberhasilan belajar.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model berupa contoh teks puisi yang benar. Dalam pembelajaran puisi ini menggunakan pendekatan kontekstual yang mana siswa merespon kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Aktivitas ini merupakan refleksi. Pada penelitian ini, refleksi telah dilaksanakan. Siswa mencatat materi pelajaran di buku catatan. Setelah siswa menyampaikan hal-hal yang sudah dipelajarinya dalam bentuk penyimpulan materi pelajaran. Gambaran pola refleksi dapat diperhatikan pada
kutipan berikut:
Contoh 5,
G : Demikian ya, itulah materi kita hari ini tentang menulis puisi. Silahkan baca
hasil materi kita tadi.
S : Sebelum kita menulis puisi kita terlebih dahulu mencari tema. Tujuan kita
mecari tema agar mempunyai ide untuk menulis puisi.Setelah itu menulis
kata-kata. Kata yang kita pilih adalah kata yang imajinatif. Kemudian merangkainya menjadi baris puisi. .
Data ini memperlihatkan bahwa guru memerintah siswa untuk membaca kesimpulan materi hari itu. Kemudian, siswa segera membaca kesimpulan materi pada hari itu. Sebagai gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa itu tidak dilakukan pada akhir semester, tetapi dilakukan bersama dengan kegiatan pembelajaran. Berarti yang dinilai bukan hanya hasil, namun juga proses. Pengamatan penilaian yang dilakukan adalah dengan cara menilai keaktifan siswa.Sedangkan, penilaian hasil dilakukan dengan menilai tes tertulis yang telah dilaksanakan.

3. Refleksi
Pelaksanaan tindakan pada siklus I menunjukkan adanya berbagai kekurangan maupun kelebihan pelaksanaan tindakan yang sudah dilaksanakan. Kelemahan pertama terletak pada sulitnya siswa dalam menyelesaikan tugas secara individu dan fokus pembelajaran belum tersentuh secara tepat. Dengan demikian, pada siklus I, latihan yang diberikan belum menyentuh secara memadai.
Beberapa hal positif yang dicapai pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah terlihatnya peningkatan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar. Peningkatan ini tidak hanya dilihat dari sisi kuantitas, tetapi yang lebih positif adalah dari sisi kualitas. Hal ini sangat kontras dibandingkan dengan proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan mengajar yang selama ini digunakan di mana hanya guru yang dominan atau aktif dalam proses belajar mengajar.

4. Pembahasan Siklus I
Pelaksanaan tindakan pada siklus I yang telah dilaksanakan di kelas XC SMAN 4 Kota Bengkulu dengan menggunakan pendekatan kontekstual menunjukkan bahwa penggunanan metode ini belum dilaksanakan secara optimal. Ini terlihat dari berbagai kekurangan yang ditemui baik dalam tahap perencanaan, meliputi penyusunan skenario pembelajaran, pambuatan media, dan penerapan kelompok belajar. Dalam tahap pelaksanaan sudah mulai menerapkan tujuh komponen kontekstual dan pada tahap evaluasi telah dilakukan terbukti guru sudah mengevaluasi baik dari segi dan hasil kerja siswa maupun aktivitas siswa langsung pada saat proses belajar mengajar. Kelemahan-kelemahan seperti yang telah diuraikan pada poin pembahasan siklus I mungkin menjadi faktor penentu dari hasil belajar siswa berupa puisi yang dievaluasi setelah pelaksanaan tindakan kurang memuaskan, seperti diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 1: Hasil Tes Kemampuan Menulis Puisi Siswa pada Siklus I
No
Nama Siswa
Nilai
(X)
Kualitas
Kemampuan
1
Afifah Dwi Krisma
35
B
2
Afrans Mulyawan Hp
27
C
3
Alhadi
28
C
4
Alisa
36
B
5
Angga Saputra
30
C
6
Angga Rizky Muandi
30
C
7
Angga Sastra
30
C
8
Deni Permata Sari
35
C
9
Dwi Sandri Putri
32
C
10
Eko Aprilianto Atma Sagi
-
-
11
Fitri Mardiani
30
C
12
Harini Triana Sililahi
30
C
13
Hasrul Fauzi
30
C
14
Hernike Oktamala
35
B
15
Indah Putri Oktavia
34
C
16
Liya Oktaviani
30
C
17
Marfita Hikmatul Aini
35
B
18
Meilini Engriani
31
B
19
Michael Tisen
31
B
20
Mifftahul Mofid
33
B
21
Nini Puspita Sari
30
C
22
Nurul Huda Prasetyo
30
C
23
Putri Andika
30
C
24
Putri Widia Wati
30
C
25
Remi Andry
-
-
26
Sandri Titik Wulandary
35
B
27
Septi Fransiska
35
B
28
Septian Prima
30
C
29
Shelvia Dwi Mentari
35
B
30
Shinta Efrianti
30
C
31
Vivi Dwi Andriani
30
C
32
Yalta Fitra Amijaya
30
C
33
Yogi Ariansyah
28
C
34
Yunindi Fanesa
12
K

X =
=
= 30,68
Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa dibagi dalam empat kelompok. Kemampuan menulis puisi siswa setelah pelaksanaan siklus I lebih jauh dapat dirangkum pada tabel berikut:
Tabel 2: Persentase Kemampuan Menulis Puisi Murid Kelas XC SMAN 4 Kota Bengkulu Siklus I
No
Kualitas Kemampuan
Frekuensi
Persentase
1.
2.
3.
4.
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
0
14 Orang
17 Orang
3 Orang
0 %
41,17 %
50 %
8,82%

Jumlah
34 Orang
100 %

Dari 34 orang siswa di kelas XC, setelah pelaksanaan siklus I, siswa yang memperoleh nilai 31-40 adalah 14 orang (41,17%), siswa yang memperoleh nilai 21-30 adalah 17 orang ( 50%). Dengan demikian, dari hasil pelaksanaan siklus I dapat diketahui bahwa secara keseluruhan kemampuan siswa dalam menulis puisi dengan menggunakan metode kontekstual dengan rata-rata 30.68. Berdasarkan jumlah siswa dan target pencapaian pembelajaran 75% harus tuntas, maka hasil dari siklus I belum memadai sesuai dengan tabel di atas karena siswa yang berhasil di kategorikan 14 orang dan cukup 17 orang.
Untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II akan diadakan berbagai penyempurnaan tidak hanya terhadap rencana kegiatan belajar mengajar, tetapi juga skenario, instruksi tes, pelaksanaan tindakan, fokus pembelajaran dan alat evaluasi. Dengan rencana penyempurnaan yang dilakukan, siswa diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi mereka.

D. Laporan Siklus II
Siklus II ini dilakukan pada jam guru mengajar di kelas XC, yaitu jam ke-1 sampai ke-3 hari Kamis tanggal 2 Agustus 2009. Dalam pelaksanaannya juga dibantu oleh guru bahasa Indonesia sebagai pengamat,sama halnya dengan siklus I, langkah-langkah yang dilakukan adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi serta pembahasan. Masing-masing aspek ini diuraikan seperti berikut:
1. Perencanaan Tindakan
Pada prinsipnya, perencanaan tindakan untuk siklus II sama dengan perencanaan pada siklus I. Perencanaan tindakan, meliputi penyusunan rencana pembelajaran,penulisan skenario tindakan, dan penentuan media berupa teks. Berbeda dengan teks pada siklus I yang digunakan dalam kelompok, pada siklus II teks dibuat individu dengan teks yang lebih terfokus dalam kegiatan menulis puisi.


2. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tindakan II ini, guru memberikan penjelasan kembali kepada siswa tentang cara menulis puisi yang baik. Selain itu, guru juga mengingatkan kembali tentang tujuan pembelajaran mengenai materi menulis puisi terutama pada langkah-langkah penulisannya. Guru juga memberikan contoh teks puisi yang benar sambil guru menerapkan kembali metode kontekstual dengan tujuh komponen. Siswa diminta untuk membuat sebuah tema dari beberapa media gambar yang disediakan yang berhubungan langsung dengan keindahan alam (lingkungan), perjuangan hidup, dan penghargaan terhadap orang tua. Hal ini bertujuan memudahkan siswa bekerja dan dapat memilih tema yang dekat dengan kehidupan siswa sehingga membantu siswa dalam menulis puisi. Konstruktivisme pada tindakan II ini dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa seperti menemukan, menstransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi yang berhubungan dengan kehidupan siswa dalam bentuk puisi yang dibagikan.
Pada penelitian ini konstruktivisme telah dilaksanakan. Gambaran konstruktivisme dalam pembelajaran dapat diperhatikan pada kutipan berikut:
Contoh 6:
G : Kita lanjutkan pelajaran kita yang kemarin,karena hasil dari tulisan puisi
kalian belum memadai. Sekarang Bapak kembali membagikan puisi anak- anak kemarin, tetapi silahkan dibaca masing-masing.
G : Baiklah, apa bedanya puisi yang kemarin yang Bapak bagikan dengan
puisi yang sekarang?
S : Saya Pak, beda dari puisi yang saya baca kemarin adalah puisi ini banyak
menceritakan sekolahnya bukan pengalaman pribadinya.
G : Ya, baik sekarang coba yang lain.
Data memperlihatkan bahwa guru telah menjalankan peranannya kembali sebagai fasilitator. Dalam pembelajaran puisi ini, guru telah menyiapkan fasilitas belajar yang berupa media gambar. Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa guru telah membagikan media gambar kepada siswa secara klasikal, kemudian guru menugaskan siswa untuk membacanya gambar tersebut agar siswa bisa menemukan tema apa yang cocok. Dalam penelitian siklus II ini aktivitas telah dilaksanakan berupa siswa menemukan sebuah masalah yang dituangkan lewat media gambar dilanjutkan dengan diberikannya beberapa contoh puisi sebagai bahan perbandingan dengan hasil puisi siswa pada siklus I. Gambaran kegiatan menemukan (inquiry) dalam pembelajaran dapat diperhatikan pada kutipan berikut:
Contoh 2:
G : Ya, dari gambar tadi siapa yang bisa menemukan tema yang terdapat di
dalamnya?
G : Coba Indah!
S : Temanya adalah keindahan alam.
G : Ya, bisa tapi apa ada yang lain.
S : Saya Pak, temanya adalah perjuangan hidup dan menghormati orang tua.
G : Yak boleh juga, bagus.
Data memperlihatkan bahwa siswa menyajikan hasil pengamatannya. Dari penyajian salah seorang siswa ini siswa lainnya mendengarkan hasil dari siswa lain.Dari analisis tersebut muncullah ide-ide dan berbagai masukan baru yang akan ditemukan sama seperti pada siklus I.
Dari kesulitan yang ditemukan siswa diminta untuk bertanya baik pada guru, teman ataupun pada sumber buku. Pada penelitian tindakan siklus II ini peneliti menemui beberapa kemajuan dengan banyaknya pertanyaan siswa terutama dalam membandingkan hasil puisi siswa dengan model puisi yang diberikan dan bukan hanya menggunakan teknik berkelompok tetapi dengan teknik individu dalam melihat kemampuan siswa karena bertujuan agar siswa dapat berkembang secara maksimal. Dalam penelitian siklus II ini peneliti menggunakan model berupa contoh puisi dan sedikit media gambar sebagai pemberi motivasi awal dalam menemukan sebuah tema dalam membuat puisi hal ini berbeda dengan pada siklus I yang lebih mengkaji sebuah gambar sampai pada proses penulisan puisi dari tema yang diperoleh dari gambar tersebut.
Pada penelitian ini refleksi telah dilaksanakan sama seperti siklus I. Siswa mencatat materi pelajaran di buku catatan. Kemudian siswa telah menyampaikan hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk penyimpulan materi pelajaran. Hasil dari kerja siswa dan kegiatan mereka selama proses belajar mengajar dinilai dengan aspek-aspek penilaian yang absolut. Penelitian siklus II ini lebih ditekankan pada hasil puisi siswa.

3 Refleksi
Pelaksanaan tindakan pada siklus II menunjukkan adanya berbagai kelemahan maupun kelebihan, terutama dalam kegiatan belajar mengajar. Kekurangan yang ada mencakup kurangnya tingkat konsentrasi siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Di samping kelemahan, ada kelebihan yang terlihat dalam tindakan pada siklus II. Salah satu kelebihannya adalah proses belajar mengajar betul-betul terpusat pada siswa dengan disediakannya media gambar (pengalaman buatan) sebagai pancingan dalam menggali kemampuan menulis puisi siswa dan diberikannya model beberapa puisi. Hal ini terlihat dengan semakin tingginya persentase siswa yang terlibat secara aktif baik dalam mengerjakan tugas yang diberikan ataupun keaktifan siswa dalam bertanya dan menanggapi hasil puisi siswa. Sebaliknya, peranan guru hanya terlihat pada awal-awal kegiatan dan peranan tersebut hanya sebatas fasilitator saja selanjutnya guru membimbing siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu mampu menulis puisi dengan baik dan benar.

4 Pembahasan Siklus II
Tindakan pada siklus II menggunakan pendekatan kontekstual tentang kemampuan menulis puisi. Siswa diharapkan mampu menulis puisi dengan benar sesuai tujuan pembelajaran yaitu dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam kegiatan menulis puisi . Pelaksanaan tindakan pada siklus II menunjukkan bahwa dengan metode pendekatan kontekstual dalam pembelajaran menulis puisi belum terlaksana secara optimal. Meskipun terdapat perbedaan dalam pencapaian hasil belajar siswa dibandingkan pencapaian pada siklus I. Seperti diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel 1: Hasil Tes Kemampuan Menulis Puisi Siswa pada Siklus II
No.
Nama siswa
Nilai
(X)
Kualitas
Kemampuan
1
Afifah Dwi Krisma
35
B
2
Afrans Mulyawan Hp
35
B
3
Alhadi
40
B
4
Alisa
33
B
5
Angga Anugrah
35
B
6
Angga Rizky Muandi
35
B
7
Angga Sastra
35
B
8
Deni Permata Sari
34
B
9
Dwi Sandri Putri
33
B
10
Eko Aprilianto Atma Sagi
37
B
11
Fitri Mardiani
35
B
12
Harini Triana Sililahi
35
B
13
Hasrul Fauzi
-
-
14
Hernike Oktamala
35
B
15
Indah Putri Oktavia
35
B
16
Liya Oktaviani
36
B
17
Marfita Hikmatul Aini
34
B
18
Meilini Engriani
35
B
19
Michael Tisen
35
B
20
Mifftahul Mofid
34
B
21
Nini Puspita Sari
49
A
22
Nurul Huda Prasetyo
35
B
23
Putri Andika
-
-
24
Putri Widia Wati
32
B
25
Remi Andry
35
B
26
Sandri Titik Wulandary
37
B
27
Septi Fransiska
35
B
28
Septian Prima
33
B
29
Shelvia Dwi Mentari
-
-
30
Shinta Efrianti
34
B
31
Vivi Dwi Andriani
32
B
32
Yalta Fitra Amijaya
-
-
33
Yogi Ariansyah
32
B
34
Yunindi Fanesa
31
B

X =
=
= 35,09
Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa dikelompokkan ke dalam empat kelompok . Kemampuan menulis puisi siswa setelah pelaksanaan siklus II lebih jauh dapat dirangkum seperti berikut:
Tabel 4: Persentase Kemampuan Menulis Puisi Murid Kelas Xc. SMAN 4 Kota Bengkulu Siklus II
No.
Kualitas Kemampuan
Frekuensi
Persentase
1
2
3
4
Baik Sekali
Baik
Cukup
Kurang
1 Orang
29 Orang
( 4 Orang tidak Hadir )
-
0,29 %
82,29 %

Jumlah
34 Orang
100

Dari 34 orang siswa di kelas XC, yang hadir pada saat penelitian siklus II ini hanya 31 orang siswa, maka peneliti mengambil jumlah siswa hanya 31 orang saja. setelah pelaksanaan siklus 2, siswa yang memperoleh nilai 41-50 adalah 1 orang (0,29 %), siswa yang memperoleh nilai 31-40 adalah 29 orang (82,29%). Kemudian, 5 orang (23.80%) mendapatkan nilai 21-30. Dengan demikian, dari hasil pelaksanaan siklus II banyak siswa yang berhasil. Ini dilihat dari adanya siswa yang mendapat nilai 41 ke atas. Pada saat tes awal dan siklus I belum ada siswa yang memperoleh nilai 41 ke atas. Secara rata-rata nilai setelah siklus II ini meningkat, yaitu dari rata-rata 35.09 dalam siklus I menjadi 30.68 dalam siklus II. Jadi, peningkatan rata-rata ini naik sebesar 4,41. Perbandingan nilai yang didapat siswa dalam siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel seperti berikut:
Tabel 5: Perbandingan Hasil Tes Kemampuan Menulis Karangan Siswa Siklus I dan Siklus II
No.
Nama Siswa
Siklus I
Siklus II
Nilai
Ket
Nilai
Ket
1
Afifah Dwi Krisma
35
B
35
B
2
Afrans Mulyawan Hp
27
C
35
B
3
Alhadi
28
C
40
B
4
Alisa
36
B
33
B
5
Angga Saputra
30
C
35
B
6
Angga Rizky Muandi
30
C
35
B
7
Angga Sastra
30
C
35
B
8
Deni Permata Sari
35
C
34
B
9
Dwi Sandri Putri
32
C
33
B
10
Eko Aprilianto Atma Sagi
-
-
37
B
11
Fitri Mardiani
30
C
35
B
12
Harini Triana Sililahi
30
C
35
B
13
Hasrul Fauzi
30
C
-
-
14
Hernike Oktamala
35
B
35
B
15
Indah Putri Oktavia
34
C
35
B
16
Liya Oktaviani
30
C
36
B
17
Marfita Hikmatul Aini
35
B
34
B
18
Meilini Engriani
31
B
35
B
19
Michael Tisen
31
B
35
B
20
Mifftahul Mofid
33
B
34
B
21
Nini Puspita Sari
30
C
49
A
22
Nurul Huda Prasetyo
30
C
35
B
23
Putri Andika
30
C
-
-
24
Putri Widia Wati
30
C
32
B
25
Remi Andry
-
-
35
B
26
Sandri Titik Wulandary
35
B
37
B
27
Septi Fransiska
35
B
35
B
28
Septian Prima
30
C
33
B
29
Shelvia Dwi Mentari
35
B
-
-
30
Shinta Efrianti
30
C
34
B
31
Vivi Dwi Andriani
30
C
32
B
32
Yalta Fitra Amijaya
30
C
-
-
33
Yogi Ariansyah
28
C
32
B
34
Yunindi Fanesa
12
K
31
B




Keterangan tabel perbandingan hasil tes kemampuan menulis karangan siswa siklus I dan siklus II sebagai berikut:
1. Pilihan kata (diksi)
2. Rima
3. Irama
4. Tipografi
5. Tema

5. Pembahasan Umum
Penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di kelas XC SMA N 4 Kota Bengkulu bertujuan untuk melihat “Apakah ada peningkatan kemampuan menulis puisi siswa dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual? Penelitian ini dilaksanakan setelah mempertimbangkan pelaksanaan mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya mengenai materi menulis puisi dilaksanakan kurang membuahkan hasil seperti yang diharapkan dalam program pengajaran yang berlaku. Selama ini, yang sering digunakan di sekolah adalah metode ceramah, secara konvensional metode ceramah menyebabkan siswa tidak aktif dan hasil nilainya kurang maksimal. Namun demikian, dari beberapa kali observasi yang telah dilakukan, terlihat peningkatan yang berarti dalam partisipasi siswa dalam kegiatan menulis puisi dibandingkan dengan pendekatan yang selama ini dilakukan.
Dengan pendekatan lama (strukturalisme) sebagian besar siswa hanya menjadi peserta pembelajaran yang pasif karena guru masih menggunakan satu metode ceramah dan tidak menggunakan media dan pendekatan yang menarik. Dengan penggunaan pendekatan kontekstual sebagian besar siswa aktif. Hal ini terlihat berkaitan dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan di kelas XC SMAN 4 Kota Bengkulu, masalah waktu merupakan kendala yang sangat berpengaruh pada pencapaian hasil. Dalam dua siklus penelitian yang telah dilakukan, dampak menggunakan pendekatan kontekstual sangat mempengaruhi secara kuantitas ini bisa dilihat dengan jelas. adanya peningkatan kemampuan siswa yaitu 4,41 poin; dari rata-rata 30.68 pada siklus I menjadi 35.09 pada siklus II. Dari peningkatan skor tersebut berhasil untuk peningkatan pembelajaran setelah melakukan siklus II ini.secara menyakinkan. Peningkatan kemampuan siswa sangat baik (4,41 poin) setelah pelaksanaan penelitian sebanyak dua siklus menunjukkan bahwa indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan tercapai, yaitu 83% siswa memiliki kemampuan baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata siswa berada pada tingkat kemampuan baik.
Dengan demikian, disamping perlu adanya usaha yang lebih sistematik untuk menyempurnakan penggunaan pendekatan kontekstual dalam mengajarkan menulis puisi, perlu juga diberikan tanggung jawab pembelajaran kepada siswa. Hal ini merupakan hal yang sangat penting karena dengan beralihnya fokus pembelajaran menulis puisi (student center), untuk jangka panjang siswa bisa diharapkan untuk dapat mandiri dan mampu menjaga kuantitas pembelajaran, baik dibimbing maupun tidak dibimbing oleh guru sehingga siswa akan memperoleh kompetensi yang maksimal berupa kecakapan hidup (life skill) yang dapat digunakan dalam kehidupa siswa sehari-hari.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis puisi dalam siklus I dan siklus II dengan menggunakan pendekatan kontekstual pada mata pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada materi menulis puisi di SMAN 4 kota Bengkulu, maka penulis menyimpulkan bahwa kemampuan menulis puisi siswa meningkat dari 41.17 % menjadi 88.23 % atau naik sebesar 47.06 point.
Pendekatan kontekstual yang dikombinasikan dengan metode mengajar yang
menarik dan menggunakan media membuat prestasi belajar siswa meningkat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kemauan siswa dalam belajar menulis puisi yang pada awalnya siswa banyak tidak menyukai pelajaran menulis puisi. Keberhasilan pembelajaran puisi ini sangat didukung dengan diterapkannya pendekatan kontekstual terkhusus dengan menyediakannya media gambar maupun media dalam bentuk model puisi (modeling) serta diterapkannya metode diskusi (questioning) dalam masyarakat belajar (learning community) menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dalam menulis puisi.

B. Saran
Setelah penulis mengadakan penelitian tindakan di kelas SMA N 4 Kota Bengkulu tentang upaya meningkatkan kemampuan menulis puisi dengan pendekatan kontekstual, maka melalui laporan hasil penelitian ini penulis ingin menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Apabila selama ini pembelajaran menulis puisi belum mencapai tujuan yang diharapkan, hendaknya para guru dapat mencoba variasi baru dalam pembelajaran menulis misalnya dengan menggunakan media audio-visual.
2. Pada saat pembelajaran menulis puisi, siswa hendaknya dibimbing dengan intensif agar siswa dapat menyampaikan ide atau pesan ke dalam bahasa tulis terhadap pesan dan ungkapan yang ada dalam pemikiran siswa.
3. Hasil pekerjaan siswa hendaknya dianalisis dengan teliti agar ditemukan kekurangan dan kesalahan siswa sebagai bahan perbaikan pada pembelajaran menulis puisi berikutnya.
4. Siswa hendaknya banyak diberi latihan menulis puisi agar bisa menyampaikan rasa dan ungkapan dalam bentuk karya sastra khususnya puisi.














DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Aqib, Zainal dkk. 2008.Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SMP, SMA, SMK.Bandung: Yarma Widya
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresisasi Sastra. Bandung: Sinar Baru
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendidikan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Anita,Sri.2008. Media Pembelajaran.Surakarta: LPP dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS Press.
Amir, Taufik. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:
Fajar Interpratama Offset.
Endraswara, Suwardi. 2008. Sanggar Sastra Wadah Pembelajaran dan Pengembangan Sastra. Yogyakarta: Ramadhan Press.
Hendy, Zaidan. 1994. Kesusastraan Indonesia 2 . Bandung: Angkasa.
Heru, Prasetyo Eroq. 2004. Pembelajaran Menulis Puisi Berbasis Pertanian Melalui Tehnik Pancingan – Kata Kunci.http:// Media.diknas.go.id/ media/ ducumen/ 4320 t:// deddy- purnawan.blogspot.com / 2008/10/ Cara menulis Puisi html.
Http:// www/ sinar harapan. Co.id / hiburan/ budaya/ 2004/1211/ bud2.html.
Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cipayung – Ciputat jakarta: Gaung Persada.
Musnir dan Gunawan.1998. Penelitian tindakan Depdikbud .Jakarta.
Maruli Simbolon.2004. Menulis Puisi itu Gampang. Http:// www/ sinar harapan. Co.id.
Pardopo, Joko Rahmat. 1987. Pengkajian Puisi. Yokjakarta: Gajahmada Unversity Press.
Rivai, Ahmad dan Sujana Nana. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.
Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Reneka Cipta.
Siswanto, Wahyudi, 2008. Pengantar Sastra. Jakarta: Grasindo.
Semi, Atar. 1987. Anotomi Sastra. Padang: FPBS IKIP Padang.
Sumardi, dan Rozak Abdul. 1997. Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi SLTP & S LTA Untuk Guru dan Siswa. Jakarta: Balai Pustaka.
Sugiono, 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sujono,Arif. 2008. ” Ayo Menulis Puisi”. http: Republik puisi- Reve. blogspot.com/
Trianto,Agus, 2007. Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Umry, Hadi shafwan. 1996. Apresiasi Sastra. Medan: Yayasan Pustaka Wina.
Yamin, Martinis dan Maisah. 2009. Manajemen Pembelajaran Kelas Srategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada.