Sabtu, 04 April 2009

Bahasa Lingkungan

PERANAN LINGKUNGAN UNTUK PEROLEHAN
BAHASA KE DUA BAGI ANAK ORANG ASING
Oleh M. Zen


I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk di dalamnya adalah perkembangan bahasa.Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya.Dalam hal ini objek permasalahan yang diketengahkan adalah “ Peranan Lingkungan Untuk Memperoleh Bahasa ke Dua Bagai Anak Orang Asing” Leonard Bloomfield. Dia menemukan teori behaviouris yang diabadikan dalam karyanya berjudul Language. Dalam penemuannya itu, ia menandaskan, kemampuan berbahasa manusia adalah bentukan dari alam (lingkungan), manusia itu dibesarkan. Bagaikan kertas kosong, alam mengisi dan membentuk kemampuan manusia itu. Dalam pembahasan asal-usul bahasa, konsep Bloomfield ini dikenal dengan teori tabularasa
Dalam makalah ini penulis memebahas tentang pengaruh lingkungan untuk pemerolehan bahasa ke-2 Bahasa Malayu Bengkulu bagi penutur anak orang asing( bahasa Inggris).
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas masalah yang diangkat dalam dalam makalah ini ini adalah:
1) Bagaimanakah pengaruh lingkungan terhadap perolehan Bahasa 2 Bahasa Melayu Bengkulu Bagi Penutur Anak Orang Asing di Bengkulu ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan tulisan inii bertujuan untuk:
1) Mendiskripsikan perolehan Bahasa 2 anak arang asing menggunakan Bahasa Melayu Bengkuliu Sebagai Bahasa 2
2) Mendiskripsikan tentang Bagaimana anak Orang Asing nergaul sehari untuk perolehan bahasa 2.


1.4 Manfaat dari Penulisan
Tulisan ini diharapkan memberikan sumbangan kepada:
1) Pemerhati bahsa dan memotivasi untuk meneliti tentang pemerolehan bahasa.
2) Membuktikan teori bahasa dan lingkungan sebgai ilmu yang perlu dikaji secara ilmiah.
3) Peneliti yang akan datang, terutama tentang penelitian bahasa penutur asing
II Landasan Teori
2.1 Lingkungan
Lingkugan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar. Terhadap faktor lingkungan ini ada pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman, karena dengan lingkungan itu individu mulai mengalami dan mengecap alam sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh lingkungan itu, karena lingkungan itu senantiasa tersedia di sekitarnya. Sejauh mana pengaruh lingkungan itu bagi diri individu, dapat kita ikuti pada uraian berikut :1. Lingkungan membuat individu sebagai makhluk sosialYang dimaksud dengan lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat dipengaruhi, sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya.Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun permulaan perkembangannya, akan mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebagai manusia. Berubahnya tabiat manusia sebagai manusia dalam arti bahwa ia tidak akan mampu bergaul dan bertingkah laku dengan sesamanya.Dapat kita bayangkan andaikata seorang anak manusia yang sejak lahirnya dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia 10 tahun saja, walaupun diberinya cukup makanan dan minuman, akan tetapi serentak dia dihadapkan kepada pergaulan manusia, maka sudah dapat dipastikan bahwa dia tidak akan mampu berbicara dengan bahasa yang biasa, canggung pemalu dan lain-lain. Sehingga kalaupun dia kemudian dididik, maka penyesuaian dirinya itu akan berlangsung sangat lambat sekali.2. Lingkungan membuat wajah budaya bagi individuLingkungan dengan aneka ragam kekayaannya merupakan sumber inspirasi dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi dirinya. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang, karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala apa yang tersedia di alam sekitarnya.Lingkungan memiliki peranan bagi individu, sebagai :
1. Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu. Contoh : air dapat dipergunakan untuk minum atau menjamu teman ketika berkunjung ke rumah.
2. Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk dapat menundukkannya. Contoh : air banjir pada musim hujan mendorong manusia untuk mencari cara-cara untuk mengatasinya.
3. Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang beraneka ragam senantiasa memberikan rangsangan kepada individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta berupaya untuk meniru dan mengidentifikasinya, apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh : seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya yang rajin belajar, sedikit banyaknya sifat rajin dari temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan dia pun berubah menjadi anak yang rajin.
4. Obyek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya individu itu berusaha untuk merubah lingkungannya. Contoh : dalam keadaan cuaca panas individu memasang kipas angin sehingga dikamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu melakukan manipulation yaitu mengadakan usaha untuk memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk sehingga sesuai dengan dirinya. Sedangkan penyesuaian diri autoplastis, penyesusian diri yang dilakukan individu agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh : seorang juru rawat di rumah sakit, pada awalnya dia merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama-kelamaan dia menjadi terbiasa dan tidak menjadi gangguan lagi, karena dirinya telah sesuai dengan lingkungannya.
3. Teori tentang Pembelajaran Bahasa Kedua
Stephen Krashen (1984) menyatakan bahwa teori pemerolehan bahasa kedua adalah bagian dari linguistik teoritik karena sifatnya yang abstrak. Menurutnya, dalam pengajaran bahasa kedua, yang praktis adalah teori pemerolehan bahasa yang baik.
(i) Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa
Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan pemerolehan bahasa kedua (Second Language Learning) dilaksanakan dengan sadar. Pada anak-anak, error (kegalatan) dikoreksi oleh lingkungannya secara tidak formal, sedangkan pada orang dewasa yang belajar B2, kegalatan diluruskan dengan cara berlatih ulang.
(ii) Hipotesis mengenai Pemantau (Monitor)
Pembelajaran berfungsi sebagai pemantau. Pembelajaran tampil untuk menggantikan bentuk ujaran sesudah ujaran dapat diproduksi berdasarkan sistem.
Konsep tentang Pemantau cukup rumit dan ditentang oleh Barry McLaughlin karena gagal dalam hal ketidaktuntasan Pemantau dalam melakukan pemantauan terhadap pemakaian B2. Penerapan Pemantau dapat menghasilkan efektifitas jika pemakai B2 memusatkan perhatian pada bentuk yang benar.
Syarat memahami kaidah merupakan syarat paling berat sebab struktur bahasa sangat rumit. McLaughlin menyatakan bahwa : (1) Monitor jarang dipakai di dalam kondisi normal pemakaian dan dalam pemerolehan B2, (2) Monitor secara teoritis merupakan konsep yang tak berguna.
(iii) Hipotesis Input (Masukan)
Si-Belajar B2 dianggap mengalami suatu perkembangan dari tahapan i (kompetensi sekarang) menuju tahapan i + l. Untuk menuju tahapan i+l dituntut suatu syarat bahwa Si-Belajar sudah mengerti mengenai masukan yang berisi i+l itu.
(iv) Hipotesis Filter Afektif
Bagaimana faktor-faktor afektif mempunyai kaitan dengan proses pemerolehan bahasa. Konsep ini dikemukakan oleh Dulay dan Burt (1977).
(v) Hipotesis Analisis Kontrastif
Menurut Hipotesis ini sistem yang berbeda dapat menghasilkan masalah, sedangkan sistem yang sama atau serupa menyediakan fasilitas atau memudahkan Si-Belajar memperoleh B2. Namun Hipotesis ini ternyata juga dianggap kurang efektif karena di dalam banyak kasus sistem yang berbeda justru tidak menimbulkan masalah dan sebaliknya.
(vi) Interlanguage
Interlanguage adalah bahasa yang mengacu kepada sistem bahasa di luar sistem B1 dan kedudukannya berada di antara B1 dan B2 (Selinker, 1972). Istilah lain adalah approximative system dan idiosyncratic dialect. Kajian studinya menghasilkan analisis kegalatan (error analysis) dan membedakannya dengan mistake.
(vii) Tahapan Perkembangan Bahasa-antara
Secara ringkas teori tahapan perkemba-ngan bahasa antara menurut Corder (1973) dapat dirangkum sebagai berikut.
1. Tahapan Kegalatan Acak
Pertama Si-Belajar berkata *Mary cans dance" sebentar kemudian diganti menjadi "Mary can dance".
2. Tahapan kebangkitan
Pada tahapan ini Si-Belajar mulai menginternalisasi beberapa kaidah bahasa kedua tetapi ia belum mampu membetulkan kesalahan yang dibuat penutur lain.
3. Tahapan Sistematik
Si-Belajar sudah mampu menggunakan B2 secara konsisten walaupun kaidah B2 belum sepenuhnya dikuasainya.
4. Tahapan Stabilisasi
Si-Belajar relatif menguasai sistem B2 dan dapat menghasilkan bahasa tanpa banyak kegalatan atau pada tingkat post systematic menurut Corder.
III. Hasil Penelitian
Peranan Lingkungan Memperoleh Bahsa ke Dua Bagi Anak Orang Asing
Objek pengamatan ini adalah anak orang Amirika yang orang tua bekerja di Indonesia ( Bengkulu ) Bapaknya bernama Mr. Marc dan ibunya bernama Mrs. Kresti. Mr.Marc mempunyai anak tiga orang 2 orang perempuan satu orang laki-laki.Yang ak menjadi fokus pembicaraan adalah anak Mr.Marc anaknya yang laiki-laki yang baru berumur saat ini 4 tahun. Mr. Marc sudah tinggal di Bengkulu sudah 3 tahun, Jadi Mr.Marc masuk Bengkulu saatnya sudah berumur 1 tahun. Anak itu bernama Josseiya.
Mr.Mar untuk anaknya laki-laki ini dia biarkan bergaulkan dengan anak-anak tetangga mulai semenjak dia masuk ke Bengkulu. Jadi berarti Josseiya sudah bergaul dengan anak Indonesia orang Bengkulu selama 3 tahun. Kalau Josseya di Rumah dengan orang tuanya menggunakan bahasa Inggris, kadang-kadang kalau dengan penulis juga penulis menyapanya dengan bahasa inggris Josseya kadang menjawab dengan bahasa Indonenesia, kadang dengan bahasa Inggris.
Josseya bermain dengan anak-anak tetangga, main umpet-umpetan kucing-kucingan, dan main sepeda-sepedaan bahkan kalau sore mereka bermain bola dengan anak-anak yang ada disekitarnya kelihatnya agak lucu karena rambutnya putih orangnya putih ditngah-tengah anak orang Bengkulu, tapi Josseya tidak kaku bahkan dia merasa berada di negaranya sendiri. Barangkali karena di tempat Josseya tinggal RT 016 RW.004 Kelurahan Jalan Gedang disampingnya kantor camat dan kantor polisi Polsek ading Cempaka. Didepannya Masjid dan lapangan sekolah SMPN 18 yang luas tempat anak bermain dan tempat masyarakat memamandang lapangan dan melihat anak-anak bermain.
Trainto( 2008: 37) menyatakan psikolog behavioral telah menghasilkan sejumlah penelitian yang impresif diarahkan pada pemahaman bagaimana berbagai bentuk prilaku dikembangkan dan dipelihara, pengkajian ini mencakup peran (1) interaksi perilaku terdahulu, seperti rentang perhatian dan proses pereseptual; (2) perubahan prilaku itu sendiri, seperti pembentukan keterampilan; (3) interaksi perilaku yang mengikuti,…..

Sejalan dengan pendapat di atas adanya prilaku dalam interaksasi sosial dalam kehidupan sehari-sehari sehingga Josseya dapat melakukan apa saja yang dilakukan anak-anak seusianya.
Secara epistimologi bagaimana secara keilmuan mempraktikan bahwa bahasa sangat di pengaruhi oleh lingkungan seperti pendapat kaum behaviouris bahwa bahasa itu di pengaruhi oleh lingkungan.
Perilaku bahasa yang dikutip dari pwmbicaraan Josseya:
Ke mano kito main ?
Apo mainan kito ?

Sepedak rusak !
Ambo ikutlah !
Bantu akau sepeda ku rusak !
Ayok kita manjat pinang yok !
Apo kau idak ikut main bola ?
Aku ikut kelompok kau.
Dari gambaran kosa kata yang di kutipan dalam pembicaraan tersebut bahwa bahasa kedua Joosseya sudah sempurna sehingga secara toeri terbukti Josseya yang orang assing atau orang Amirika bias berbahasa Indonesia atau menggunakan bahasa Merlayau Bengkulu untuk berkomunikasi di tengah-tengah masyarakat Bengkulu.
IV. Simpulan
Bahasa anak terbukti sangat dipengaruhi oleh lingkungan terbukti dari kasus josseya. Orang Amirika begitu mudah berbahasa Indonesia / bahasda Melayu bengkulu,
Pemerolehan bahasa kedua berbeda dengan belajar bahasapertama karena beljar bahasa kedua diasana adanya unsur tak sengaja sehingga dia berkumnikasi sesuai dengan akamnya atau dengan kata lain terjadinya proses bawah sadar sehingga tidak terasa sudah berada dalam lingkungan dimana kita beradar seperti yang terjadi pada Josseya.
Untuk belajar bahasa sebaiknya harus berada dilingkungan dimana penutur aslinya. Dan lingkungan masyarakat itu yang selalu menggunakan bahasa tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Trainto, Agus. 2008 Toeri Belajar Bahasa Kedua Bahan perkuliahan
Pascasarjana S-2 Bahasa Indonesia FKIP UNIB.

Nugraha Triri, satya Kesalahan-Kesalahan Berbahasa Indonesia
Pembelajar Bahsa Indonesia sebagai Bahsa Asing. Universitas SantyaDharma
Basuki, KS, Sunaryo.2006 Pengajaran dan Pemerolehan Bahasa untuk Orang Asing: Berbagai Masalah STKIP Singaraja

Blog pendidikan 2008. Pengaruh Lingkungan Terhadap Individu. Artikel, Berita ,
Bimbingan Konsoling.

www.ialf.edu/bipa/april2001/pembelajaranbahasaindonesia.html - 20k - Cached - Similar pages
www.amerikaserikat.com/id/students/campuses/siuid.html - 28k -

Tidak ada komentar: