Jumat, 03 April 2009

metode kointum

Penerapan Model Quantum Learning dalam Hubungannya dengan Kemampuan Siswa Berbahasa Inggris
Friday, 18 July 2008 02:49 Tim Web

Penerapan Model Quantum Learning dalam Hubungannya dengan Kemampuan Siswa Berbahasa Inggris
(Suatu Studi Komunikasi Instruksional)
Pattaufi
Abstract, the application of Quantum Learning model in the relation to the competency of student in English conversation. This study is aimed at examining the relation between quantum learning and the improvement of Britania course students’ competency in speaking English. Due to the many factors influence the improvement of the students’ competency, so the research is limited to discuss about games, discussion, music and learning environment only. The result of the research found that every variant of quantum learning shows that the objects of research related significantly with the improvement of students’ competency, specially in the conversation. The application of quantum learning contributed 76,7%. At means, there are still other factors that have relation to the improvement of the students’ competency specially in English conversation besides what have been searched.

Kata Kunci: Quantum Learning, Kemampuan Siswa, Komunikasi Instruksional
Dalam penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal) dan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal). Jalur pendidikan non formal ini merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Satuan pendidikan non formal meliputi kursus/lembaga pendidikan keterampilan dan satuan pendidikan yang sejenis.
Berdasarkan fungsinya, jenis-jenis kursus itu dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: (1) sejenis bimbingan tes yang bertujuan meningkatkan kemampuan belajar melalui pelajaran tambahan untuk bidang-bidang tertentu seperti IPA, Matematika, Bahasa Inggris dan lain-lain, (2) kursus-kursus keterampilan yang bertujuan memberikan atau meningkatkan keterampilan mengetik, kecantikan, bahasa asing, akuntansi, montir, menjahit, sablon dan lain-lain, (3) pengembangan profesi, seperti kursus sekretaris atau humas perusahaan, akuntan publik, kepribadian dan lain-lain. (http://www.pts.co.id/kursus.asp)
Khusus untuk pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuannya. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari pembelajar atau pebelajarnya saja, akan tetapi dapat dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Penelitian menunjukkan bahwa pebelajar Bahasa Inggris dari kursus-kursus lebih berhasil dalam menguasai Bahasa Inggris dibandingkan dengan pebelajar dari sekolah atau dari perguruan tinggi umumnya. Hal ini disebabkan antara lain karena sistem pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah atau perguruan tinggi berbeda dengan sistim pendidikan yang dilaksanakan di kursus-kursus.
Lembaga kursus umumnya menggunakan pendekatan student centered, pendidikan pebelajar lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pebelajar mempunyai lebih banyak kesempatan mempraktekkan dan mempergunakan bahasa target.
Seiring dengan banyaknya pebelajar yang mengikuti kursus Bahasa Inggris, maka di Indonesia khususnya di kota Makassar telah banyak tersebar lembaga kursus bahasa Inggris. Untuk menarik peserta kursus maka tempat-tempat kursus tersebut harus bersaing dengan tempat kursus yang lain. Diantaranya adalah bersaing dalam hal penyediaan sarana prasarana, fasilitas, maupun model pembelajaran yang digunakannya.
Salah satu model pembelajaran yang diterapkan di Amerika Serikat adalah model Quantum Learning. Model ini ditawarkan oleh Learning Forum, yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi (DePorter, 1992). Metode pembelajaran tersebut dikenal dengan nama program SuperCamp. Dalam program menginap selama dua belas hari ini, siswa-siswa mulai dari usia sembilan hingga dua puluh empat tahun memperoleh kiat-kiat yang membantu mereka dalam mencatat, menghafal dan membaca cepat, menulis, berkreasi, berkomunikasi, dan melakukan kiat-kiat untuk meningkatkan kemampuan mereka menguasai berbagai hal dalam kehidupan. Hasilnya menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti program tersebut mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri.
Dari penerapan model Quantum Learning ini telah didapatkan hasil-hasil sebagai berikut: 68% meningkatkan motivasi, 73% meningkatkan nilai, 81% meningkatkan rasa percaya diri, 84% meningkatkan harga diri dan 98% melanjutkan penggunaan keterampilan. (DePorter, 2002). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model Quantum Learning terbukti sangat berhasil dan harus dipertimbangkan sebagai salah satu model pembelajaran yang perlu untuk diterapkan.
Di Indonesia khususnya di kota Makassar, penerapan Quantum Learning ini sudah diterapkan oleh salah satu lembaga kursus, yaitu lembaga kursus Britania Makassar. Lembaga ini meskipun masih relatif baru, tetapi sudah cukup maju dan diminati oleh masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari pelaksanaan supercamp yang rata-rata dilaksanakan setiap bulan, bahkan kadang-kadang dilaksanakan 2 (dua) kali dalam sebulan.Pelaksanaan supercamp ini oleh lembaga Britania selalu dilaksanakan pada hari-hari libur para pebelajar agar tidak mengganggu hari belajar para pebelajar pada sekolah formal, atau programnya diatur dan dijadwalkan sedemikian rupa agar waktu belajar pada pendidikan formal tidak terganggu.
Dengan model Pembelajaran Quantum Learning, lembaga ini mampu mengajarkan Bahasa Inggris kepada para peserta kursus dengan hasil yang sangat memuaskan karena dalam waktu yang relatif singkat (sepuluh hari), para peserta sudah mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara aktif.Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana penerapan metode pembelajaran Quantum pada lembaga kursus BRITANIA.
Berkenaan dengan semua fenomena yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam artikel ilmiah ini adalah sebagai berikut: (1) pola komunikasi apa yang paling dominan digunakan dalam model Quantum Learning?, (2) apakah ada hubungan penerapan model Quantum Learning dan kemampuan siswa berbahasa Inggris?, (3) bagaimana hubungan model Quantum Learning dan kemampuan siswa berbahasa Inggris?
Tujuan penelitian ini dirumuskan berdasarkan masalah yang ingin dipecahkan, yaitu: (1) mendapatkan informasi tentang pola komunikasi yang paling dominan digunakan dalam penerapan Quantum Learning, (2) mengetahui ada tidaknya hubungan penerapan model pembelajaran Quantum Learning dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris, (3) mengetahui arah/sifat hubungan model Quantum Learning dan kemampuan siswa berbahasa Inggris.
Quantum Learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggestology” atau “sugestopedia”. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesty positif atau negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugesti.
Istilah lain yang hampir sama dengan suggestology adalah “Pemercepatan Belajar” (Accelerated Learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “kemungkinan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan”.
Quantum Learning menggabungkan sugestology, teknik pemercepatan belajar, dan teori keyakinan. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain seperti teori otak kanan/kiri, teori otak triune (3 in 1), pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinestetik), teori kecerdasan ganda, pendidikan holistic (menyeluruh), belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan simbol (Metaphoric Learning) dan simulasi/permainan.
Accelerated Learning sebagai salah satu teknik yang digunakan di dalam Quantum Learning bertujuan untuk menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pebelajar, membuat belajar menjadi menyenangkan dan memuaskan bagi mereka, dan memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi, dan keberhasilan mereka sebagai manusia. (Dave Meier, 2002).
Beberapa asumsi pokok yang dibutuhkan orang untuk mengoptimalkan pembelajaran mereka adalah pertama, lingkungan belajar yang positif. Orang dapat belajar paling baik dalam lingkungan fisik, emosi, dan sosial yang positif, yaitu lingkungan yang tenang sekaligus menggugah semangat. Adanya rasa keutuhan, keamanan, minat, dan kegembiraan sangat penting untuk mengoptimalkan pembelajaran manusia. Kedua, keterlibatan pebelajar. Orang dapat belajar paling baik jika dia terlibat secara penuh dan aktif serta mengambil tanggung jawab penuh atas usaha belajarnya sendiri. Belajar bukanlah sejenis olahraga untuk ditonton, melainkan menuntut peran serta semua pihak. Ketiga, kerjasama diantara pebelajar. Orang biasanya belajar paling baik dalam lingkungan kerja sama. Semua cara belajar cenderung bersifat social sementara cara belajar tradisional menekankan persaingan di antara individu-individu yang terpisah, Accelerated Learning menekankan kerja sama di antara pebelajar dalam suatu komunitas belajar. Keempat, untuk semua gaya belajar. Orang dapat belajar paling baik jika dia mempunyai banyak variasi pilihan belajar yang memungkinkannya untuk memanfaaatkan seluruh inderanya dan menerapkan gaya belajar yang disukainya. Accelerated Learning menganggapnya sebagai jamuan prasmanan yang dipusatkan pada pebelajar dan ditujukan untuk mencapai hasil. Kelima, belajar kontekstual. Orang dapat belajar paling baik dalam konteks. Fakta dan keterampilan yang dipelajari secara terpisah itu sulit disertap dan cenderung cepat menguap. Belajar yang paling baik bisa dilakukan dengan mengerjakan pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman ke “dunia-nyata” terus menerus, umpan balik, perenungan, evaluasi dan penyelaman kembali.
Untuk mendapatkan manfaat optimal dari penggunaan Accelerated Learning, sangat penting untuk memahami dengan benar prinsip-prinsip yang melandasinya. Karena Accelerated Learning tidak akan memberikan manfaat kepada mereka yang memisahkan metode-metodenya dari fondasi ideologisnya, yang menganggap Accelerated Learning semata-mata sebagai “teknik” kreatif dengan mengabaikan prinsip-prinsip yang mendasari teknik tersebut.
Adapun prinsip-prinsip dasar dari Accelerated Learning adalah sebagai berikut: (1) belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.. Belajar tidak hanya menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal), tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra, dan sarafnya. (2) belajar adalah berkreasi bukan mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pebelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan pebelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pebelajar memadukan pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru, jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam system otak/tubuh secara menyeluruh. (3) kerja sama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan kawan-lawan daripada yang kita pelajari dengan cara lain mana pun. Persaingan di antara pebelajar memperlambat pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempecepatnya. Suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa indivisu yang belajar sendiri-sendiri. (4) pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu semata linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor, indera, jalan dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun juga, otak bukanlah professor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak hal sekaligus. (5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan balik). Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita belajar berenang dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan mengelolanya, cara bernyanyi, cara menjual dengan menjual, dan cara memperhatikan kebutuhan konsumen dengan memperhatikan kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak - asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total, mendapatkan umpan balik, merenung dan menerjunkan diri kembali. (6) emosi positif sangat membantu pembelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana murah tidak dapat mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati. (7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata. Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat dipelajari dan lebih mudah diingat (Dave Meier, 2002).
METODE
Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu mendapatkan informasi dan hubungan penerapan model pembelajaran Quantum Learning dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris, tipe penelitian ini adalah Survey yaitu penelitian yang berusaha untuk mengungkap jawaban melalui pertanyaan apa, bagaimana, berapa dan bukan pertanyaan mengapa. (Sudjana, 1989)Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik inferensial yaitu analisis regresi ganda dengan mempergunakan persamaan regresi empat prediktor. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan persyaratan pengujian validitas alat ukur, reliabilitas alat ukur, dan uji normalitas data.
HASIL
Bagi semua responden, sebelum mengikuti program terlebih dahulu dilakukan tes untuk mengetahui tingkat kemampuannya. Tes awal ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat atau level yang harus diikuti oleh para responden yang bersangkutan. Dan pada akhir program para responden tersebut kembali diuji.
Kemampuan rata-rata responden antara laki-laki dengan wanita relatif sama, yaitu berkategori sedang. Untuk responden laki-laki mempunyai tingkat kemampuan rata-rata adalah 78, sedangkan responden wanita mempunyai kemampuan awal rata-rata 80. Kemampuan responden setelah mengikuti program mengalami peningkatan yang sangat tinggi, yaitu untuk responden laki-laki dari kemampuan awal rata-rata 78 menjadi 93 atau meningkat sekitar 15 point, dan sama halnya untuk responden wanita dari kemampuan awal rata-rata 80 menjadi 95 meningkat sekitar 15 point.
Kemampuan awal responden berdasarkan tingkat pendidikan berkategori sedang, yaitu untuk tingkat pendidikan SLTP mempunyai kemampuan awal 71 (rata-rata dari 21 responden), tingkat pendidikan SLTA mempunyai kemampuan awal 79 (rata-rata dari 48 responden) dan untuk tingkat pendidikan Perguruan Tinggi tingkat kemampuan awal 80 (rata-rata dari 5 responden)Dilihat dari kemampuan akhir responden berdasarkan tingkat pendidikan mengalami tingkat peningkatan yang sangat tinggi, yaitu untuk tingkat pendidikan SLTP mengalami peningkatan sebesar 24 point (dari 71 menjadi 95), untuk tingkat pendidikan SLTA mengalami peningkatan 14 point (dari 79 menjadi 93) sedangkan untuk tingkat pendidikan Perguruan Tinggi mengalami peningkatan sebesar 16 point (dari 80 menjadi 96).
Konstribusi murni, relative, parsial dan simultan dari masing-masing variable tersebut dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Sumbangan simultan, relative dan efektif Pada masing-masing variable penelitian

NO

Variabel

Koefi-sien

Koefi-sien
Regresi

Sumbangan

Variabel lain
Simul- tan (R2)
Relatif
efektif
1
2
3
4
5
X1
X2
X3
X4
X1,X2,X3,X4
0,473
0,629
0,616
0,528
1,550
1,483
2,725
1,428

76,70%
21,06%
28,00%
27,43%
23,51%
16,15%
21,48%
21,04%
18,03%

23,3%


2,246
7,186

100%
76,70%

Sumber : Data Primer yang diolah, 2003
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa penggunaan Game memberikan sumbangan relatif sebesar 21,06% dan sumbangan efektif sebesar 16,54%, diskusi memberikan sumbangan relative sebesar 28,00% dan sumbangan efektif sebesar 21,48%, penggunaan musik memberikan sumbangan relative sebesar 27,43% dan sumbangan efektif sebesar 21,04%, lingkungan belajar memberikan sumbangan relative sebesar 23,51% dan sumbangan efektif sebesar 18,03%. Apabila keempat variable tersebut digabungkan maka akan memberikan sumbangan efektif sebesar 76,70%, hal ini berarti 23,3% adalah variable lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan model quantum learning, pelaksanaan game, diskusi, dan musik seharusnya ditingkatkan, serta lingkungan belajar seharusnya ditata dengan baik agar tujuan dalam pembelajaran bisa tercapai. Selain itu perlu dikaji kembali hal-hal lain yang bisa memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan siswa dalam mengikuti program supercamp.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, ternyata keempat hipotesis alternatif yang diajukan secara signifikan dapat diterima. Uraian masing-masing penerimaan hipotesis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama pengujian hipotesis pertama menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Games dengan kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 8,004 jauh lebih besar daripada nilai ttabel pada taraf signifikan alpha 0,05 yaitu 1,67 atau 8,004 > 1,67Pola hubungan antara kedua variabel ini dinyatakan oleh persamaan regresi Y = 46,795 + 1,55 X1. Kesenangan dalam permainan (Games) melepaskan segala macam endorfin positif dalam tubuh, melatih kesehatan, dan membuat para pebelajar merasa hidup sepenuhnya. Bagi banyak orang, ungkapan kehidupan dan kecerdasan kreatif yang paling tinggi di dalam diri mereka tercapai dalam sebuah permainan. Permainan belajar (games) yang menciptakan suasana menggembirakan dapat memberi banyak sumbangan yang positif dalam suatu proses pembelajaran.Menurut Meier (2002), Permainan jika dimanfaatkan secara bijaksana maka dapat:
Menyingkirkan “keseriusan” yang menghambat.
Menghilangkan stress dalam lingkungan belajar
Mengajak orang terlibat penuh.
Meningkatkan proses belajar.
Lebih jauh Meier (2002) mengemukakan bahwa agar permainan lebih efektif dan menambah nilai nyata pada proses belajar, maka permainan harus:1. Membuat pebelajar mengetahui cara berpikir, mengakses informasi, bereaksi, memahami, berkembang dan menciptakan nilai dunia nyata bagi diri mereka sendiri dan organisasi mereka secara terus menerus.2. Sangat menyenangkan dan mengasikkan, namun tidak membuat pebelajar tampak bodoh atau dangkal.3. Membebaskan pebelajar untuk bekerja sama4. Menantang, namun tidak sampai membuat orang kecewa dan kehilangan akal.5. Menyediakan banyak waktu untuk umpan balik, berdialog dan berinteraksi.Menurut penulis manfaat permainan (games) yang tepat bagi orang yang tepat dan waktu yang tepat dapat membuat pembelajaran menyenangkan dan menarik, dapat menguatkan pembelajaran.
Kedua pengujian hipotesis kedua menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Diskusi dengan kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 10,497 jauh lebih besar daripada nilai ttabel pada taraf signifikan alpha 0,05 yaitu 1,67 atau 10,497 > 1,67. Pola hubungan antara kedua variable ini dinyatakan oleh persamaan regresi Y = 45,737 + 1,483 X2. Komunikasi dalam bentuk diskusi dalam proses pembelajaran berlangsung amat efektif, baik antara pembelajar dengan pebelajar maupun di antara pebelajar itu sendiri, sebab mekanismenya memungkinkan pebelajar terbiasa mengemukakan pendapat secara argumentatif dan dapat mengkaji dirinya, apakah yang telah diketahuinya itu benar atau tidak.Dalam hal ini Effendy (1990) mengemukakan pentingnya komunikasi dalam bentuk diskusi dalam proses pembelajaran disebabkan oleh 2 hal, yaitu:
Materi yang didiskusikan meningkatkan intelektualitas.
Komunikasi dalam diskusi bersifat intracommunication dan intercommunication.
Baker dan Pophan (1992) mengemukakan bahwa diskusi juga berguna sekali untuk mengubah perilaku afektif pebelajar secara konkrit.Menurut Roestiyah (1982) bahwa mengajar dengan metode diskusi ini adalah berarti:1. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok.2. Dapat mempertinggi partisipasi siswa secara individual.3. Dapat mempertinggi kegiatan kelas sebagai keseluruhan dan kesatuan.4. Rasa sosial para pebelajar dapat dikembangkan, karena bisa saling membantu dalam memecahkan soal, mendorong rasa kesatuan.5. Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat.6. Merupakan pendekatan yang demokratis.7. Memperluas pandangan para pebelajar.8. Menghayati kepemimpinan bersama-sama9. Membantu mengembangkan kepemimpinan.Berdasakan pengamatan penulis dalam observasi, maka penulis melihat bahwa diskusi yang diterapkan dalam proses pembelajaran di Supercamp itu memang sangat efektif karena setiap pelaksanaan diskusi para pebelajar dibagi atas beberapa kelompok yang terdiri atas 5 sampai dengan 6 orang. Setiap kelompok dibimbing oleh satu pembelajar, sehingga para pebelajar betul-betul terlibat dalam proses pembelajaran.Selain itu penulis juga melihat setiap kelompok tidak harus melakukan diskusi di dalam ruangan kelas, akan tetapi seringkali dilakukan di luar ruangan, tergantung kesepakatan antara pebelajar dengan pembelajar. Sehingga suasana belajar dalam diskusi tersebut betul-betul dirasakan sangat menyenangkan oleh para pebelajar.Dari data didapatkan bahwa para pebelajar di Britania yang mengikuti program supercamp, ternyata metode diskusi inilah yang paling banyak disenangi dan memberikan motivasi dalam proses pembelajaran.
Ketiga pengujian hipotesis ketiga menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Musik dengan kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 11,759 jauh lebih besar daripada nilai ttabel pada taraf signifikan alpha 0,05 yaitu 1,67 atau 11,759 > 1,67 . Pola hubungan antara kedua variable ini dinyatakan oleh persamaan regresi Y = 49,032 + 2,725 X3. Sistem limbik otak manusia berisi alat-alat untuk memproses musik, sistem limbik ini juga berisi alat-alat yang penting bagi ingatan jangka panjang. Musik dan ingatan secara filosofis berhubungan di dalam otak.Pendidik dan pelatih Bulgaria, Georgi Lozanov, mengembangkan metode yang mempercepat pelatihan bahasa melalui sugesti, relaksasi dan musik. Dan di Universitas California di Irvine, para peneliti menemukan bahwa pebelajar yang mendengarkan musik Mozart sebelum diuji kemampuannya memproses informasi spasial meraih angka 8 dan 9 poin lebih tinggi daripada mereka yang mendengarkan rekaman pesan relaksasi verbal. (Meier: 2002).Lebih jauh (Meier : 2002) mengemukakan bahwa musik tidak selalu harus ada agar pembelajaran dapat berlangsung, akan tetapi musik dapat meningkatkan pembelajaran dengan berbagai cara, dan pembelajar dapat menggunakan musik dalam proses pembelajaran untuk:1. Menghangatkan, membuat manusiawi, dan memberdayakan lingkungan belajar.2. Membuat pikiran tenang dan terbuka untuk belajar.3. Menciptakan perasaan dan asosiasi positif dalam diri pebelajar.4. Mendorong pembelajaran multi indrawi.5. Membantu mempercepat dan meningkatkan proses belajar.Musik mempengaruhi perasaan dan perasaan mempengaruhi pembelajaran. Musik yang tepat cenderung mengendurkan sekaligus menggugah otak dan seluruh sistem syaraf. Menurut penulis, musik yang dimanfaatkan secara tepat dapat mengaktifkan kemampuan total para pebelajar lebih banyak karena mereka mengerahkan pikiran sepenuhnya untuk belajar.Mengenai jenis musik yang paling baik adalah jenis musik yang dapat meningkatkan keefektifan belajar. Para peneliti di Barat hingga belakangan ini cenderung menekankan penggunaan musik Barok klasik untuk pembelajaran, dan jenis musik inilah yang digunakan Georgi Lozanov dalam penelitiannya mengenai pelatihan bahasa yang dipercepat pada tahun 1970 (Meier, 2002).
Keempat pengujian hipotesis keempat menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Lingkungan belajar dengan kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 7,441 jauh lebih besar daripada nilai ttabel pada taraf signifikan alpha 0,05 yaitu 1,67 atau 7,441 > 1,67 . Pola hubungan antara kedua variable ini dinyatakan oleh persamaan regresi Y = 42,533 + 1,428 X4. Banyak pebelajar yang mempunyai perasaan negatif tentang belajar. Kenangan tak sadar mereka mengaitkan belajar dengan rasa sakit, terhina , terkurung dan entah apa lagi. Jika mereka tidak menggantikan sugesti/asumsi negatif ini dengan yang positif, maka pembelajaran mereka akan terhalang.Kadang-kadang pembelajar secara tidak bijaksana merusak belajar dengan memasukkan sugesti negatif ke dalam lingkungan, misalnya dengan mengatakan hal-hal yang negatif.Sugesti tidak boleh menimbulkan kesan bodoh, dangkal, tidak bisa dipercaya atau berlebih-lebihan, tetapi harus realistis, jujur, apa adanya dan tidak bertele-tele.Sugesti, baik positif maupun negative, tercipta oleh lingkungan belajar itu sendiri. Pengaturan kelas yang berupa jajaran kursi-meja seperti pada kelas-kelas di sekolah konvensional sering menimbulkan sugesti negatif, yang mengingatkan pebelajar akan pengalaman menyakitkan dan penghinaan yang mungkin pernah mereka alami oleh lingkungan serupa. Ruang kelas yang khas dapat menimbulkan sugesti resimentasi militer, kontrol yang berpusat pada guru, belajar yang mekanistis, kebosanan, pengurungan dan belajar sebagai proses menyerap informasi orang lain dan bukannya menciptakan pengetahuan itu sendiri.Sebaiknya pembelajar tidak membuat lingkungan belajar yang menyerupai ruang kelas pada kelas-kelas di sekolah konvensional, melainkan yang memberi kesan gembira, positif dan membangkitkan semangat.Ada banyak cara untuk melakukan perbaikan-perbaikan ini. Tempat duduk berkelompok, bukannya berjajar atau dapat membagi ruangan menurut fungsinya. Selain itu pembelajar juga dapat menghiasi ruang belajar dengan hal-hal yang disebut dengan peripheral, yaitu apa saja yang dapat menambah warna, keindahan, minat serta rangsangan yang memungkinkan berisi informasi yang behubungan dengan pelajaran.Dari pengamatan penulis pada lokasi supercamp, hal-hal seperti ini betul-betul mendapat perhatian oleh pengelola lembaga Britania. Pada setiap dinding yang sering dilewati oleh para pebelajar ditempelkan gambar-gambar yang dilengkapi dengan kata-kata dalam Bahasa Inggris serta terjemahannya. Hal ini membuat para pebelajar semakin mudah untuk menambah perbendahaan katanya. Selain itu pada dinding di setiap ruangan ditempelkan kalimat-kalimat yang meningkatkan motivasi para pebelajar.Hal lain yang berhubungan dengan lingkungan adalah mempersiapkan pebelajar mendapatkan pengalaman belajar yang optimal., yaitu dengan menciptakan lingkungan kerjasama sejak awal. Kerjasama membantu pebelajar mengurangi stress dan lebih banyak memanfaatkan energi kejiwaan untuk belajar. Kerjasama antar pebelajar menciptakan sinergi manusiawi yang memungkinkan berbagai wawasan, gagasan dan informasi mengalir bebas. Dan hal itu dapat meningkatkan pengalaman belajar bagi semua pebelajar.
Kelima pengujian hipotesis kelima menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Penerapan Quantum Learning (games, diskusi, musik dan lingkungan belajar) dengan kemampuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 6,270 jauh lebih besar daripada nilai ttabel pada taraf signifikan alpha 0,05 yaitu 1,665 atau 6,270 > 1,665 . Pola hubungan antara kedua variable ini dinyatakan oleh persamaan regresi Y = 29,188 + 0,465 X1 + 0,580 X2 + 0,922 X3 + 0,462 X4. Persamaan ini memberikan pengertian bahwa variabel antara games, diskusi, musik dan lingkungan belajar secara bersama memberikan konstribusi terhadap kemampuan siswa berBahasa Inggris di lembaga kursus Britani Makassar.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa berBahasa Inggris bagi peserta supercamp di Britania Makassar turut ditentukan secara bersama-sama oleh games, diskusi, musik dan lingkungan belajar yang diterapkan pada pelaksanaan supercamp. Oleh karena itu dalam menerapkan model quantum learning pada program supercamp, games, diskusi, musik serta lingkungan belajar harus betul-betul ditata sedemikian rupa agar membuat peserta supercamp menjadi senang mengikuti semua materi yang disampaikan.Karena pada dasarnya proses pembelajar di supercamp itu adalah usaha untuk membuat belajar menjadi menyenangkan, baik oleh pembelajar maupun terhadap pebelajar, maka semua metode yang dirancang atau pun lingkungan belajar harus ditata agar membuat pebelajar menjadi senang.Berdasarkan pemantauan penulis dalam observasi di lapangan dan didukung oleh intervieu terhadap pembelajar dan pebelajar, dalam menerapkan model quantum learning, pola komunikasi yang paling dominan dilakukan adalah pola komunikasi multi arah.Pada proses pembelajarannya, khususnya dalam games dan diskusi pembelajar saling berinteraksi dengan para pebelajar, demikian juga para pebelajar saling berinteraksi dengan sesama pebelajar.Pelaksanaan supercamp dirancang sedemikian rupa, sehingga selama pebelajar berada di lokasi supercamp selama itu pula proses pembelajaran berlangsung. Dengan menerapkan aturan agar setiap pebelajar harus menggunakan Bahasa Inggris dalam berinterasi antar sesama, membuat kemampuan siswa dalam berBahasa Inggris semakin cepat dan semakin lancar berBahasa Inggris.Bentuk-bentuk komunikasi yang banyak diterapkan pada Quantum Learning adalah bentuk komunikasi kelompok. Misalnya dalam pelaksanaan diskusi. Ada 3 unsur dalam struktur kelompok, yaitu kegiatan, interaksi dan perasaan. Kegiatan ini terdiri dari tindakan-tindakan anggota kelompok yang berhubungan dengan tugas kelompok. Dalam melakukan kegiatan tersebut mereka terlibat dalam suatu interaksi, yaitu mereka memperlihatkan saling ketergantungan dan saling menanggapi dalam bertingkah laku. Elemen ketiga dari tingkah laku sosial dalam kelompok adalah perasaan. Perasaan disini terdiri atas perasaan-perasaan negative dan positif yang dirasakan anggota kelonpok terhadap anggota lain.Selain bentuk komunikasi kelompok, dalam penerapan model quantum learning juga terjadi komunikasi antar pribadi yang berjalan sirkuler, dimana masing-masing pelaku (pebelajar dan pembelajar) secara bergantian bertindak sebagai komunikator dan komunikan.Proses komunikasinya dapat digambarkan sebagai berikut: Pertama, pelaku komunikasi yang pertama mengambil inisiatif sebagai sumber/komunikator membentuk pesan (encoding) dan menyampaikannya melalui saluran komunikasi tertentu. Kedua, pihak penerima/komunikan setelah menerima pesan akan mengartikan (decoding) dan menyampaikannya kembali, kali ini ia bertindak sebagai sumber, dan tanggapan atau reaksinya disebut sebagai umpan balik. Ketiga, pihak sumber/komunikator yang pertama sebagai penerima/komunikator. Ia akan mengartikan dan menginterpretasikan pesan yang diterimanya dan kalau ada tanggapan/reaksi, kembali ia akan membentuk pesan dan menyampaikannya kembali kepada pasanyan komunikasinya. Demikianlah proses ini berlangsung terus secara sirkuler.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa diskusi adalah salah satu metode yang harus dilakukan dalam proses pembelajar di supercamp. Karena berdasarkan penelitian ini, diskusi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris bagi peserta supercamp di lembaga kursus Britania Makassar. Penggunaan musik dalam proses pembelajaran di supercamp juga diperlukan baik pada saat sedang belajar maupun pada saat istirahat. Hal ini bisa menghilangkan kejenuhan dan meningkatkan motivasi belajar. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa musik mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris bagi peserta supercamp di lembaga kursus Britania Makassar. Namun perlu diingat bahwa penggunaan musik ini harus disesuaikan dengan jenis musik yang digunakan dengan situasi yang ada.Games mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris bagi peserta supercamp di lembaga kursus Britani Makassar. Hal ini berarti games merupakan salah satu metode yang mendorong peningkatan kemampuan siswa berbahasa Inggris. Oleh karena dalam pelaksanaan supercamp, games yang dilakukan harus betul-betul dirancang agar menyenangkan dan bisa mendorong kemampuan siswa/pebelajar.Lingkungan belajar mempunyai hubungan yang signifikan dengan peningkatan kemampuan siswa berbahasa Inggris bagi peserta supercamp di lembaga kursus Britania Makassar. Hal ini berarti bahwa penataan lingkungan belajar yang kondusif membuat siswa/pebelajar menjadi senang dalam mengikuti materi pelajaran yang disampaikan.Penerapan quantum learning mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemampuan siswa berbahasa Inggris bagi peserta supercamp di lembaga kursus Britania Makassar. Penerapan quantum learning yang disebut dengan program supercamp ini perlu terus dikembangkan.
Saran
Hendaknya dalam pelaksanaan Supercamp pada lembaga-lembaga kursus agar semua metode dan lingkungan belajar dirancang sedemikian rupa sehingga membuat pebelajar dapat merasa senang dan termotivasi untuk belajar.Kepada para pengelola sekolah khususnya kepada pengelola sekolah formal agar bisa merancang suatu pembelajaran dengan supercamp pada semua mata pelajaran yang ada, karena pelaksanaan supercamp ini bukan hanya bisa diterapkan pada lembaga pendidikan nonformal akan tetapi juga pada lembaga pendidikan formal. Hal ini tergantung dari kesiapan Sumber Daya Manusia serta adanya sarana prasarana yang memungkinkan untuk dilaksanakannya supercamp.Diharapkan kepada dinas pendidikan kota Makassar agar mengadakan pelatihan bagi guru-guru dalam hal pelaksanaan supercamp pada lembaga pendidikan formal.Bagi yang berminat untuk melakukan penelitian serupa agar memperluas kajiannya, terutama pada lembaga pendidikan formal.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 1985. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dave Meier. 2002, The Accelerated Learning. Jakarta.: Kaifa.
DePorter, B., Readon, M., and Nourie, S.S. 2001. Quantum Teaching. (Alihbahasa: Ary Nilandari). Bandung: Mizan.
DePorter, Hernacki. 2002, Quantum Learning. Jakarta: Kaifa.Echols, J., dan Shadily, H. 1987. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Effendy, O.U. 1999. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Effendy. 1990. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda Karya.Popham & Baker. 2001, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.Roestiyah, N.K. 1982. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta: PT. Bina Aksara. Sudjana, N. 1989. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Sinar Baru. Sudjana, N. 1995. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru. Last Updated ( Friday, 18 July 2008 03:45 )

Copyright © 2009 .: Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi Selatan [LPMP Sulsel] ... All Rights Reserved. Designed by Tim Pengembang TIK LPMP Sulsel. Joomla! is Free Software released under the GNU/GPL License. -->

Tidak ada komentar: